Pakaian Sebagai Identitas Sosial di Batavia Zaman Kolonialisme

Pakaian Sebagai Identitas Sosial di Batavia Zaman Kolonialisme

Senibudayabetawi.com – Pakaian tak sekadar menjadi pelindung dan penutup tubuh, tapi juga menyimbolkan identitas sosial. Ini bukanlah hal baru sebab telah terjadi sebelum abad ke 20, saat kolonialisme Belanda. Sebagai pusat perdagangan dan budaya multi etnis dan negara, perbedaan ini sangat kentara di Batavia.

Dalam Jakarta Sejarah 400 Tahun oleh Susan Blackburn (2012), identitas masyarakat di Kota Batavia tergambarkan dari tata cara berbusana tiap golongan. Setidaknya terdapat tiga golongan besar dalam kota ini, yakni kelas atas bangsa Eropa, kelas kedua yakni etnis Tionghoa atau China dan kelas paling bawah yakni pribumi. 

Golongan Kelas

Masyarakat Eropa sebagai strata sosial paling atas sejak awal abad 20 terlihat sangat hedonis dengan gaya busana khasnya atau pakean Eropa. Model-model baju berkerah menjadi ciri khas tersendiri. Ini semakin lengkap dengan jas, terutama bagi orang Eropa yang bekerja di dalam pemerintahan.

Gaun-gaun yang berwarna cerah dengan hiasan topi kecil menjadi gaya busana bagi wanita-wanita berkebangsaan Eropa. Pasalnya pada permulaan abad ke-20 mode pakaian Barat mulai mengikuti tren yang terjadi di Paris.

Model pakaian kelas kedua yakni etnis Tionghoa belum meninggalkan ciri mereka sebagai bangsa dataran Cina. Misalnya terlihat dari penerapan pigtail (kuncir) pada tiap potongan gaya rambut kaum laki-lakinya. Gaya ini sebenarnya adalah aturan yang dibuat di Cina tepatnya pada saat Dinasti Manchu (1644-1911) berkuasa.

Dari segi penggunaan bajunya masih menggunakan motif baju yang memanjang hingga ke bawah ciri khas masyarakat Tionghoa pada umumnya. 

Sementara pada golongan bawah dihuni oleh etnis pribumi yakni dengan gaya golongan bawah berupa sarung dengan baju lengan pendek dan bahkan bertelanjang dada. Sedangkan kaum wanita cenderung berbusana kebaya pada umumnya. 

Pengelompokan ini tak sekadar menjadikan sekat pemisah antara golongan dalam masyarakat di Batavia. Akan tetapi merupakan upaya dari pemerintah Hindia Belanda untuk meredam segala sesuatu hal yang dapat membahayakan pemerintahan mereka.

Sekat-sekat ini lah yang menjadi jurang pemisah antar etnis, yang diantaranya strata sosial, ekonomi, agama serta ras yang menjadi pembeda. Salah satunya tercermin dalam fungsi pakaian sebagai simbol identitas mereka. 

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.