Senibudayabetawi.com – Kekayaan budaya dan tradisi Betawi sangat melimpah, termasuk dalam hal menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Salah satu tradisi uniknya yakni orang Betawi tempo dulu kerap mandi merang menyambut bulan penuh pengampunan ini.
Melansir Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, tradisi mandi merang terlah populer sejak 1950-an. Konon, tempo dulu masyarakat Betawi akan memadati bantaran sungai menjelang puasa Ramadhan. Mereka tak hanya membasahi tubuh mereka tapi juga keramas massal dengan merang.
Adapun merang merupakan bekas tangkai padi kering yan dibakar dan direndam. Konon, merang ini dapat membersihkan tubuh dan rambut karena fungsinya sebagai pengganti sabtun dan sampo.
Semua Kalangan Ikut Mandi Merang
Uniknya, tradisi ini dirayakan dengan meriah oleh beragam kalangan dari masyarakat Betawi, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa hingga lansia.
Tak sekadar mandi untuk membasahi tubuh, mereka memaknai mandi merang sebagai upaya untuk membersihkan diri dan hati saat bulan Ramadhan. Namun sayangnya tradisi ini mulai ditinggalkan. Selain karena sungai di Betawi yang tak lagi jernih seperti tempo dulu, masyarakat telah memiliki air sendiri di dalam rumahnya.
Alwi Shahab pernah mengisahkan bahwa tradisi ini dilakukan di sungai-sungai di Jakarta. Saat itu, sungai di Jakarta masih bersih dan kerap digunakan untuk keperluan mandi, mencuci, hingga berwudlu.
Sehari menjelang bulan puasa, para perempuan berkemben selendang akan melakukan siraman (mandi dan keramas) untuk membersihkan seluruh tubuhnya.
Meski telah ditinggalkan oleh masyarakat Betawi, tapi tradisi ini masih eksis di sekitar Sungai Cisadane, Tangerang. Keramas merangbahkan disebut sebut sebagai bagian budaya yang mengandung kearifan lokal.
Selain itu, tradisi ini bertujuan sebagai sarana atau ajang silaturahim antarmasyarakat sekaligus untuk mengingatkan masyarakat agar mau selalu menjaga kebersihan serta kelestarian sungai.