Senibudayabetawi.com – Keberadaan ulama Betawi memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pembangunan bangsa, terutama melalui pendidikan keilmuan Islam. Melansir dari Khazanah Intelektual Ulama Betawi Abad ke-19 dan ke-20 M, ada perbedaan produktivitas antara ulama Betawi abad ke-19 dan 20. Ulama abad ke-19 terkenal lebih produktif dalam menulis dibanding ulama yang lahir pada abad ke 20.
Meski demikian, mereka tak sekadar berdakwah menyuarakan agama Islam tapi juga merawat keberagaman serta produktif dalam berkarya. Salah satunya ulama-ulama yang eksis berkarya pada abad ke 20. Berikut kami rangkum.
1. K.H. Abdullah Syafi’i
Lahir di Kampung Balimatraman pada 10 Agustus 1910 dab wafat pada 3 September 1985. Pada usia 23 tahun, ia membangun Masjid Al-Barkah yang kelak menjadi pusat pendidikan Islam as- Syafi`iyah.
Dalam mempelajari Islam, ia belajar kepada Guru Marzuki, Guru Mansur, Habib Ali Kwitang, dan Habib Alawy bin Tohir al-Haddad di Bogor.
Syafii memiliki 31 karya, di antaranya Pelajaran Mengeja Huruf Al-Qur’an al-Azim, Doa Tolak Bala, Doa Hari Arafah, Doa Awal Tahun (Muharram), Doa Akhir Tahun, Doa hari Asyura, Doa sebelum dan sesudah membaca al-Fatihah.
Karya-karya tersebut terkait dengan bidang kajian Al-Qur’an, hadis, akidah, akhlak, fikih, sejarah, bahasa, dan kumpulan doa-doa. Karya-karya tersebut ditulis dalam bahasa
Arab, Melayu dan Bahasa Indonesia dalam bentuk karangan asli, khulasah, dan terjemahan.
2. K.H. Muhajir Amsari Ad-Dary
Beliau lahir di Cakung Jakarta Timur. Dari tahun 1974-1955, ia mengikuti pendidikan di Darul Ulum Mekah. Di tanah air, ia berguru kepada Habib Ali Kwitang, K.H. Hasbiyallah, K.H. Abdul Madjid dan lainnya.
Ia memiliki kontribusi besar dalam ilmu Falak dan membuat tempat ru`yatul hilal sendiri untuk menentukan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha bersama rekan-rekanya di gedung Lajnah Falakiah Cakung Jakarta Timur. Hasil pengamatannya menjadi rujukan umat Islam di daerah Cakung dan Bekasi.
Ia menulis 31 kitab berbahasa berbahasa Arab. Dalam penelitian ini, yang dapat diinventarisir sebanyak 20 diantaranya Qawa’id al-Nahwiyah, Ta’liqat al-Matan al Jawahir, min Izah al-Maurud Juz 2, Mukhtarat al Balaghah, dan Fas Mutala’ah.
Kitab-kitab itu berkenaan dengan bidang kajian gikih, usul fikih, bahasa dan akidah yang ditulis dalam bahasa Arab.
3. K.H. Syafi`i Hazami
Lahir pada 12 Ramadan 1349 H atau 31 Januari 1931, ayah K.H. Syafi’i Hazami bernama Muhamad Saleh Raidi dan ibunya bernama Mini.
Guru pertamanya adalah kakeknya, yaitu Husin di Batu Tulis, Pacenongan. Ia juga berguru kepada Habib Bungur selama 18 tahun, K.H. Mahmud Ramli yang
berpuncak pada dua ulama besar abad ke-17, yakni Ahmad al- Qusyasyi dan Abdul Aziz al-Zamzami.
Ia memiliki sembilan karya diantaranya Sullam al-‘Arsy fi Qiraat Warasy, Risalah Qiyas Adalah Hujjah Syar’iyyah dan Risalah Matmah ql-Ruba fi Ma’rifag al-Riba.
Uniknya, kitab-kitab ini sebagian besar merupakan kajian dalam bidang fikih yang ditulis dengan aksara Jawi berbahasa Melayu. Adapun bentuknya sebagian merupakan karangan asli, dan sebagian lagi berupa khulasah.
4. Syekh Mukhtar Tabrani
Lahir di Kaliabang Bekasi tahun 1912 dan wafat tahun 1971. Usai menunaikan ibadah haji, ia berguru pada Syekh Muchtar al-Atarid, Syekh Alwi al-Maliki dan Syekh Ahyad selama 13 tahun.
Ia juga mendirikan pesantren Raudhatul Athfal untuk putra dan Raudhatul Banat untuk putri. Pesantren jni merupakan cikal bakal Pesantren Annur saat ini.
Karyanya ada dua buah yaitu Tanbih al Gafilin al-Tawwu at wa al-Ibadat al-Nawafil dan Targib al-Ikhwan fi Fadilah Ibadat Rajab wa Sya’ban wa Ramadan.
5. K. H. Fatah Harun
Beliau lahir di Paseban Jakarta Pusat pada 10 November 1913 dan wafat pada 14 April 1989. Ia sempat mengenyam pendidikan Belanda untuk tingkat SMP dan berguru pada para habib. Mulai dari Habib Ali Kwitang, Habib Bungur, Habub Alwi, Muallim Thabrani, dan Guwu Mahmud.
Pada tahun 1956, ia bersama rekan-rekannya berkunjung ke Malaysia dan bertemu gurunya, Habib Alwi. Ia diundang ceramah ke Malaysia dan menetap di sana.
Beberapa karyanya yaitu Mafatih al-Sa’adag, Aziz al-Manal wa Fath Bab al-Wisal dan Wasiyah al-Mustafa.
[…] – Ulama Betawi memiliki kedudukan tersendiri dalam masyarakat Betawi. Salah satunya yang berpengaruh di Jakarta […]