Fesyen Mode Orang Tionghoa di Batavia

Fesyen Mode Orang Tionghoa di Batavia

Senibudayabetawi.com – Keberadaan masyarakat Tionghoa tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Surabaya dan Batavia. Namun, ada beberapa perbedaan ciri khas fesyen mode tiap masyarakat Tionghoa tiap wilayah.

Saat mampir ke Surabaya, pada tahun 1905, Tio Tek Hong menyatakan, “Di Surabaya kaum pria Tionghoa telah mengenakan jas buka dan dasi. Tapi di Batavia masih memakai baju tuikhim dan celana komprang” (Tio Tek Hong, 2006: 54).

Bagaimanapun baju tuikhim dan celana komprang adalah pakaian sehari-hari masyarakat Tionghoa peranakan. Baju ini biasa disebut dengan baju tikhim. Bentuknya unik seperti baju koko, tak mempunyai bukaan di tengah. Uniknya bagian kancingnya terbuat dari bahan yang sama dipilin menjadi tali dan disimpulkan menjadi kancing.

Dalam ragamnya terdapat dua jenis baju tuikhim yakni berkerah dan tidak berkerah. Baju yang berkerah hanya diperbolehkan dipakai oleh pejabat Tionghoa yang diangkat oleh Belanda, saudara mereka dan anak-anak mereka. Sedangkan, orang biasa hanya boleh memakai baju tuikhim biasa.

Masyarakat Betawi juga memakai celana komprang, dengan bentuk potongan yang lebar, tanpa memakai tali kolor, hanya dilipat di pinggang dan dikecangkan dengan angkin (ikat pinggang) (Kwa, 2009: 139). Terbuat dari bahan sutra tenun yang kuat buatan Tiongkok, yang disebut pangsi, maka celana ini dikenal juga dengan sebutan celana pangsi.

Model pakaian baju tuikhim dan celana komprang ini bertahan di kalangan masyarakat peranakan Batavia hingga tahun 1900an. Sedikit demi sedikit orang-orang Tionghoa mulai beralih menggunakan busana khas barat dengan mengajukan gelijkstelling kepada pemerintah Belanda.

Orang Tionghoa juga menawarkan pentalon gaya barat di tempat jualan-jualannya. Pada tahun 1907, misalnya, Lie Boen pedagang di Pasar Baru, telah menawarkan satu stel jas yang terbuat dari wol dan sutra. Harganya berkisar dari f 8 – f 16 per stel.

Pelarangan Pakaian Eropa

Puncaknya peraturan larangan menggunakan pakaian Eropa dicabut sepenuhnya pada tahun 1911. Disamping itu runtuhnya Dinasti Qing dan munculnya gerakan modernisasi di Tiongkok memainkan peranan penting dalam perubahan pola pikir kaum peranakan di Indonesia.

Sejak tahun 1911 semakin banyak pria-pria Tionghoa di Batavia yang mengenakan rupa-rupa aksesoris kaum Eropa. Contohnya, saat keluar malam mereka mengenakan topi pet untuk menahan hembusan angin malam (Perniagaan, 11 Agustus 1911). Lalu, model “sepatu kungfu” seperti yang dikenakan kaum baba, digantikan dengan sepatu-sepatu impor dari Amerika Serikat dan Inggris.

Namun, sebagian baba yang lebih konservatif memakai jas tutup dengan kerah tertutup yang mendekati tuikhim (Kwa, 2009: 140). Sama dengan pria Tionghoa, mode pakaian wanita peranakan Tionghoa di Batavia juga ketinggalan dibandingkan perubahan pola berpakaian wanita peranakan di Surabaya.

Pada tahun 1905, Tio Tek Hong membandingkan ragam pakaian wanita Tionghoa di Batavia dan Surabaya, “berbeda dengan di Batavia, dimana kaum wanita Tionghoa mengenakan baju kurung atau baju panjang dan kain sarung, kaum wanita Tionghoa di Surabaya telah mengenakan baju pehki dan kain sarung bila berdiam dalam rumah dan mengenakan kun bila bepergian ke pesta”.

Menurut Liem Thian Joe, baju kurung merupakan pakaian sehari-hari nyonya-nyonya Tionghoa pada tahun 1800an. Baju kurung adalah baju yang terbuat dari bahan tidak transparan, mempunyai belahan di bagian lehernya, disemat dengan semacam bros yang disebut peniti tak (Kwa, 2009: 140).

Pakaian ini merupakan pakaian umum dari wanita peranakan di Batavia hingga akhir abad ke-19. Baju ini juga dipakai oleh cokek (penyanyi wanita Gambang Kromong) saat menyanyikan lagu dan menari pada pentas pertunjukkan gambang kromong. Bedanya wayang cokek memakai bawahan celana panjang, sedangkan dalam keseharian perempuan Tionghoa lebih sering memadukannya dengan sarung batik.

1 Response

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.