Budak Belian di Batavia Tempo Dulu

Budak Belian di Batavia Tempo Dulu

Senibudayabetawi.com – Sejak abad ke-17, kawasan Batavia telah banyak dihuni oleh para budak belian serta orang pribumi yang statusnya bebas. Mereka kebanyakan berasal dari luar Jawa, seperti Banda, Ambon, Bali serta Sulawesi Selatan. Tak ayal jika hingga abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 bahkan di Batavia menjadi pasar budak belian.

Di Batavia sendiri, mereka dipekerjakan oleh orang Belanda, Tionghoa, Arab dan Melayu. Ironisnya, mereka diangkut dan dijual hingga Afrika Selatan.

Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Indonesia (1997) menyebut bahwa budak perempuan dipekerjakan sebagai tukang atau pelacur agar majikannya mendapatkan uang. Chr Frick yang membeli budak perempuan seharga 18 rijksdaalder yang kemudian ia pekerjakan dalam sehari mendapatkan dua perak per hari tahun 1683.

Sebaliknya, budak yang sedikit beruntung dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga atau pengiring majikan. Ini bertujuan untuk memamerka kekayaannya. Sementara nasib budak lain disewakan untuk bekerja di perkebunan.

Jumlah kaum budak itu lebih-kurang setengah dari penghuni kota Batavia. Itu artinya, penduduk kota Batavia sangat heterogen dari berbagai etnik ada di kota ini.

Masyarakat Luar yang Menduduki Batavia

Hingga pertengahan abad ke-19, jumlah perempuan Belanda yang menghuni wilayah Batavia sangat sedikit. Ini karena penguasa kompeni Belanda pada tahun 1633 menolak mengirim banyak perempuan Belanda ke wilayah tropis. Imbasnya, para pegawai dan masyarakat Belanda dibebaskan mengawini perempuan setempat. Bahkan mereka juga menggelar perkawinan campur. Anak-anak “Indo” ini menghuni Batavia dalam jumlah besar.

Sebaliknya, masyarakat Tionghoa yang datang ke Batavia tetap berpegang teguh pada adat Tionghoa. Misalnya, penduduk dalam kota dan Cina Benteng di Tangerang. Meski demikian, Sebagian lainnya membaur dengan masyarakat setempat dan membentuk kelompok Betawi Ora. Selanjutnya, kelompok ini banyak menghuni di wilayah Parung, Bogor. Tempat tinggal utama masyarakat Tionghoa yakni di bagian Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara.

Bangsa lain, yakni keturunan orang India, orang Koja, dan orang Bombay yang menghuni Batavia tak begitu signifikan. Demikian juga halnya dengan orang Arab. Namun, setelah tahun 1840, masyarakat Hadramaut datang dalam jumlah besar. Banyak diantara mereka yang melakukan perkawinan campur dengan wanita pribumi, namun tetap berpegang pada nilai-nilai ke-Arab-an.

Sementara, di dalam kota, mayoritas terdiri atas orang Tionghoa (yang semula dirampok dan dipaksa supaya tinggal di dalam kota), orang Mardijker dari India dan Srilanka, dan ribuan budak dari segala macam suku dan bangsa.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.