Sirkus di Batavia

Sirkus di Batavia

Senibudayabetawi.com – Selama ini penggambaran tentang akulturasi didominasi karena terpengaruh dari budaya internal, termasuk Batavia ke etnis lain. Padahal, akulturasi dari masyarakat kolonial hingga Tionghoa lekat mewarnai budaya di Batavia. Seperti halnya pertunjukan sirkus di Batavia. Jauh sebelum kita kenal, pertunjukan ini dibawa oleh masyarakat Eropa dan masih dinikmati oleh kalangan terbatas kelas menengah.

Atraksi sirkus merupakan pentas pertunjukkan yang paling populer pada abad ke-19. Sebagai pertunjukan modern, kali pertama pertunjukan ini diadakan di Batavia tepatnya di pekarangan Hotel de Provence. Digelar dengan tenda, pertunjukan ini berhasil menyedot antusiasisme masyarakat kalangan menengah pada tahun 1848. Demikian pertunjukan berlanjut Kembali diadakan tahun 1856 di Koningsplein, sebuah ruang publik terkenal di Batavia.

Sejak saat itu, rombongan sirkus dunia dari berbagai kota di Eropa selalu mampir mengadakan atraksi pertunjukkan di kota-kota besar Jawa. Bahkan, demi memeriahkan acara mereka kerap menyajikan pertunjukan tambahan seperti sulap, musik hingga teater. Mereka juga memasang iklan di koran-koran terkenal berupa gambar mencolok dan tagline yang provokatif.

Pada tahun 1907, di Pasar Gambir diadakan pertunjukkan sirkus. Atraksi sirkus disajikan sangat menarik.  Mulai dari pertunjukkan sepeda di atas kawat, hingga pertunjukkan dengan binatang buas, macan. Sebagai selingan, turut dipertunjukan pentas komedi seperti yang sering ditemui pada sirkus modern dengan badut sirkusnya. Hampir sama dengan pertunjukkan kebanyakan, tiket dibagi dalam tiga kelas. Termasuk ada tiket kelas khusus untuk militer.

Serupa Atraksi Debus

Menariknya, ada sebuah pertunjukan yang membuat orang-orang Tionghoa di sekitar Batavia keheranan, yakni pertunjukan di wilayah klenteng. Pertunjukkannya bisa dibilang hampir menyerupai atraksi debus, yaitu berjalan di atas api, mandi minyak mendidih dan menaiki tangga pedang.

Pertunjukkan ekstrem ini menarik perhatian masyarakat Tionghoa. Bahkan mereka menyebut atraksi ini sebagai kegaiban. Atraksi berjalan di atas api oleh orang Tionghoa pertama kali dicatat oleh de Haan, dimuat di Bataviaasch Nieuwsblad, tanggal 22 April 1820. Pada tanggal itu dilakukan atraksi berjalan di atas api di sebuah kuil di Tanjung Grogol, di tengah-tengah makam Tionghoa (Nio Joe Lan, 1961: 81).

Di kuil Han Tan Kong, di Batavia beberapa kali diadakan atraksi ini sesudah atraksi berjalan di atas api. Pertama, minyak dimasak dalam kuali besar. Lalu, para tangsin ini menggosokkan badannya dengan minyak, sama seperti saat mereka menyabun badan mereka.

Orang-orang Tionghoa yang mempunyai kepercayaan lantas meminta sedikit minyak yang digunakan untuk mandi. Mereka telah siap dengan membawa botol-botol. Selain atraksi ini, “atraksi debus”, sepengetahuan Nio Joe Lan adalah berjalan di atas pedang. Atraksi ini dilakukan di sebuah kuil di Medan setelah sebelumnya berjalan di atas api.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.