Senibudayabetawi.com – Sejak masuknya Islam ke Nusantara, Sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk Betawi bertekad kuat untuk dapat berangkat haji ke Mekah. Ibadah haji bukan sekadar melaksanakan rukun Islam, tapi bagi pemerintah kolonial Belanda berpotensi menumbuhkan perlawanan. Nah, bagaimana pelaksanaan haji di Betawi pada masa pemerintah Hindia Belanda?
Dalam Pelaksanaan Ibadah Haji Masa Hindia Belanda, ada beberapa latar belakang munculnya kebijakan haji. Salah satunya mulai terancamnya orang Belanda. Pasalnya, banyak dari orang Betawi yang telah melakukan ibadah haji menjadi pelopor pembaharu keagamaan dan berpotensi memberontak pemerintah kolonial.
Sepulangnya dari Mekkah, banyak orang Batavia yang aktif membina masyarakat lewat perkumpulan yang diasuhnya. Ini akan mengancam bila mereka memprovokasi masyarakat untuk melawan kolonial Belanda.
Tepatnya pada 1859, banyak kebijakan yang diterapkan oleh Belanda khusus pada calon jamaah haji di Betawi. Adapun kebijakannya yakni harus mempunyai bekal dan surat izin haji dari penguasa setempat.
Selain itu, calon haji harus mempunyai keterangan yang jelas kepulangannya dan pelatihan khusus agar memperoleh sertifikat dan pakaian haji. Jika mereka tak memenuhi syarat maka calon jamaah hjaji akan dikenakan denda.
Penerapan Kebijakan agar Patuh terhadap Kompeni
Pemerintah kolonial Belanda bahkan menerapkan kebijakan ordonansi, yang merupakan kebijakan meliputi persoalan masalah hubungan antara pemerintah kolonial Belanda dan masyarakat Betawi. Ordonansi haji bertujuan untuk mengatur rakyat Batavia agar patuh terhadap peraturan kompeni. Dengan cara ini, masyarakat pribumi yang akan memberontak dapat terdeteksi oleh pemerintah kolonial.
Bahkan, pemerintah kolonial menghawatirkan pandangan politik para jamaah haji yang mengalami perubahan setelah mereka berinterksi dan memperoleh berbagai informasi tentang dunia Islam dari beragai belahan dunia.
Snouck Hurgronje, ahli yang dipercaya pemerintah kolonial menyarankan pada para pegawai kolonial dan pegawai pribumi yang bertugas menjadi bagian yang menangani haji agar lebih selektif dalam memilih calon haji.
Mereka harus dipastikan tidak membawa agenda politik tertentu sepulangnya dari haji. Ini bisa dipastikan dengan menggelar semacam tes uji kompetensi yang didalamnya juga memuat soal-soal tentang hubungan haji, Islam dan pemerintahan.
Ramadani Wahyu