Awal Mula Seserahan dalam Masyarakat Betawi

Awal Mula Seserahan dalam Masyarakat Betawi

Senibudayabetawi.com – Tradisi seserahan rangkaian pernikahan bukanlah hal yang asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk Betawi. Dalam masyarakat Betawi seserahan merupakan bentuk kesiapan dan tanggung jawab pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan dalam kehidupan mereka nantinya. Nah, bagaimana awal mula seserahan dalam masyarakat Betawi? Menariknya ada versi yang menyebut tradisi ini justru berawal pada pemerintahan VOC.

Pemberian seserahan di masa Vereenigde Oost Compagnie (VOC) merupakan jaminan keamanan. Pasalnya, Jan Pietersszoom Coen sebagai Gubernur Hindia Belanda (1557-1629) ingin membangun Masyarakat kolonial di Batavia secara permanen.

Seserahan atau jaminan ini berlaku bagi gadis yang akan didatangkan ke Hindia Belanda. Mereka diberikan seperangkat busana dan menikah secara baik-baik. Demikian setelah menikah, mereka diberi pakaian, uang ekstra, hingga rumah tinggal. Mereka diwajibkan tinggal selama 15 tahun di Hindia Belanda.

Jean Gelman Taylor dalam Kehidupan Sosial di Batavia: Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur (2009) menyatakan kebiasaan di masa VOC ini selanjutnya berkembang dalam masyarakat Batavia. Masyarakat Betawi kemudian mengenal aturan perkawinan berdasarkan pada ajaran agama Islam.

Dalam implementasinya, Masyarakat Betawi mengenal seserahan dalam upacara pernikahan. Namun tujuannya sama, yakni melindungi pasangan dengan memberikan jaminan kehidupan pernikahan dan mencukupi sandang, pangan, serta papan.

Adapun kategori benda dalam seserahan diantaranya uang, makanan, bahan mentah, perlengkapan wanita hingga peralatan dapur. Khusus seserahan lain biasanya ditambah dengan mahar, sirih nanas, roti buaya, hingga pelangkah. Tidak ada Batasan dalam pemberian seserahan atau sesuai dengan kesanggupan mempelai pengantin laki-laki.

Prosesi Seserahan Adat Betawi

Prosesi  perkawinan  adat  Betawi  secara  umum  oleh  masyarakat  dikenal  dalam beberapa tahapan yaitu Ngedelengin, Ngelamar, Bawa Tande putus. Selanjutnya,  Akad nikah, Kebesaran, Negor, Pulang Tige Ari. Sementara pihak wanita melakukan acara khususseperti Dipiare, Ditanggas, Centung, MalemPacar.

Tiap wilayah di Betawi memiliki perbedaan baik dalam sebutan acara atau pelaksanaannya termasuk di wilayah Condet. Dalam Ram Ramelan, dijelaskan bahwa rangkaian acara di Condet dimulai dari Ngelancong,   Ngelamar,   Bawa   Uang,   Akad   Nikah,   Maulid,   Dirayakan,   Malam Pengantin/Negor, Ngalap.

Walapun tahapan perkawinan  bertujuan sama. Namun  teknik  pelaksanaan  rangkaian  acara  perkawinan  antara  satu wilayah dengan wilayah lain sangat berbeda.Saat ini, setelah lamaran diterima, dan selesai Tande Putus, di luar uang belanja untuk   keperluan   pesta,   banyak   masyarakat   melakukan seserahan sebagai seremonial menjelang akad. Mereka melaksanakan palang pintu terlebih dahulu.

Acara palang  pintu ini  dilakukan  di  rumah  mempelai  pengantin perempuan, rombongan calon pengantin laki-laki (Ngerundat) dengan melewati prosesi palang  pintu agar  bisa  sampai  ke  prosesi Seserahan.

Dalam prosesi Palang Pintu, jagoatau jagoan pihak calon pengantin pria harus menang melawan jago pihak  perempuan  agar  dapat  melanjutkan  ke  tahap  prosesi  selanjutnya yaitu seserahan.

Selanjutnya, dilakukan  sambutan  dari  kedua  belah  pihak  calon  pengantin. Seserahan diberikan  oleh  pihak  keluarga  pengantin  laki-laki  sebagai  bentuk  simbolik. Tidak ada pembeda waktu secara ketat kapan seserahan diberikan. Seperti apakah dalam acara Ngelamar atau Tande Putus. Setelah lamaran diterima, maka selain uang belanja, semua benda diserahkan menjelang ijab qobul.

Meski makna seserahan bertujuan  memuliakan  calon  pengantin  perempuan. Namun,  dampak  ekonomi dalam seserahan akan terasa, terutama pada pihak mempelai laki-laki. Mempelai lelaki yang tak mampu memenuhi permintaan seserahan pihak Perempuan berpotensi mengalami pembatalan sepihak.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.