Senibudayabetawi.com – Orang Betawi memiliki istilah tersendiri untuk ibadah haji. Mereka menyebutnya pegi belayar– karena berangkat dan pulang dengan menggunakan kapal layar. Baik keluarga, sanak saudara maupun orang-orang di kampung telah memaafkan, mengikhlaskan, dan meridakan kepergian seperti halnya kepergian jenazah. Inilah kenapa membuat orang Betawi melepas keberangkatan ibadah haji dengan kepasrahan dan diikuti nuansa yang sakral.
Bahkan, Dalam Upacara Daur Hidup Adat Betawi (1961), Yahya Andi Saputra menyebut, lamanya perjalanan dengan kapal layar kerap dianggap sebagai perjalanan hidup dan mati. Mereka membutuhkan waktu kurang lebih enam bulan pergi-pulang menggunakan kapal laut. Pelepasan orang pegi belayar kerap kali diiringi dengan pembacaan selawat dustur lalu diazankan serta diikamahkan.
Sebelum keberangkatan, terdapat salah satu acara yakni pertemuan haji di mana sanak saudara dan para tetangga diundang untuk maulid, tahlilan, mendengarkan ceramah ibadah haji dan makan bersama. Para tamu biasanya memberikan bekal berupa uang, baik dibawa maupun ditinggal untuk kebutuhan keluarga di rumah. Bahkan tak jarang para tamu menitipkan pas foto pada orang yang berangkat haji.
Diantar Keluarga dan Tetangga Sekampung
Menariknya, keberangkatan jemaah haji diantar oleh keluarga hingga tetangga sekampung. Saat berada di karantina, pihak keluarga masih datang untuk menjenguk, baik pagi dan sore hari. Demikian saat keberangkatan ke Pelabuhan Tanjung Priok, pihak keluarga akan ikut mengantarkan.
Adapun perlengkapan yang dibawa untuk pergi haji dalam perjalanan panjang ini pun tak tanggung-tanggung. Ada yang membawa cobek lengkap dengan isinya, hingga duit gobangan untuk kerokan.
Sementara keluarga yang ditinggalkan selama pelaksanaan ibadah haji berharap-harap cemas. Mereka tak mengetahui kabar karena keterbatasan alat komunikasi. Selama ini pula, keluarga di rumah kerap melaksanakan ratiban atau tahlilan tiap malam Jumat. Adapun ratib yang dibaca yakni ratib Hadad.
Kecemasan ini masih berlanjut bahkan hingga Lebaran Haji. Saat takbiran di mana-mana menggema, keluarga di rumah menahan perasaan sedih membayangkan pihak yang haji tengah berjuang di Padang Arafah yang panas hingga tak sadar air mata mereka menetes.
Seminggu setelah Lebaran Haji. Nuansa kampung kembali semarak untuk mempersiapkan kepulangan pihak yang menjalankan ibadah haji. Disiapkan juga masakan khas Betawi, terutama sayur asem, pecak ikan gurami, hingga makanan Betawi lain yang dirindukan dan tak ada di tanah suci. Kepulangan mereka ditunggu-tunggu. Bagi orang Betawi, jemaah haji yang baru pulang tak diperbolehkan keluar rumah yang sifatnya santai atau kongko-kongko sebelum 40 hari.
Ramadani Wahyu