Senibudayabetawi.com – Bahasa Betawi adalah bahasa yang diucapkan oleh orang Betawi atau Jakarta yang lahir dan dibesarkan di atau sekitar Jakarta. Bahasanya secara unik dipengaruhi oleh bahasa Melayu, Jawa, Cina, dan Belanda. Nah, seperti apa sih eksistensi bahasa Betawi?
Meski sering dikatakan mirip dengan bahasa Indonesia standar, tapi bahasa Betawi memiliki logat dan kosakata yang khas. Misalnya, kata “cencaluk” (ikan asin), “contang” (gelas), dan “abang” (yang lebih tua).
Dalam The Implementation of Betawi Language as an Endangered Language, bahasa Betawi berkembang seiring dengan perkembangan sejarah kota tersebut Batavia (sekarang Jakarta) yang dibangun pada abad ke-17 oleh Belanda. Saat masa penjajahan Belanda, kota Batavia menjadi tempat pertemuannya berbagai budaya, antara lain budaya Cina, Melayu, Arab, dan Eropa.
Kondisi ini turut mempengaruhi perkembangan bahasa Betawi. Selain itu, bahasa Betawi telah dipengaruhi oleh bahasa-bahasa pesisir utara Jawa, seperti Sunda, Banten, dan Cirebon.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional dan bahasa resmi negara.
Namun, lambat laun penggunaan bahasa Betawi di Jakarta semakin banyak digantikan oleh bahasa Indonesia dan Inggris. Kendati demikian masih banyak juga digunakan oleh masyarakat Betawi dalam percakapan sehari-hari.
Eksistensi Bahasa Betawi
Bahasa Betawi sudah digunakan sejak abad ke-10, dengan pengaruh Portugis sejak abad ke-16. Tempo dulu, aslinya dituturkan orang Jakarta atau pribumi dengan bajasa Melayu sebagai dasarnya bahasa Indonesia.
Menariknya, bahasa Betawi sangat mudah berbaur dengan bahasa Indonesia seiring banyaknya persamaan di dalamnya. Tak ayal jika bahasa Betawi kerap disebut-sebut dialek Jakarta Indonesia.
Adapun perbedaan keduanya yakni terletak pada pengucapan beberapa kata yang tidak memiliki padanannya. Misalnya, biasanya orang Betawi mengucapkan bunyi seperti e, seperti Abah = Babe, Ada = Ade, Saja = Saje. Penggunaan bunyi e ini banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, Cina, Jawa, dan Sunda.
Perkembangan selanjutnya adalah cara berbahasa Indonesia dengan campuran bahasa Betawi disebut dengan “Prokem betawi” (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018). Ini merupakan
gaya bahasa yang tak hanya diucapkan dalam percakapan biasa. Akan tetapi sudah memasuki medium korespondensi seperti “gini” atau “dong” dan kata “deh”. Prokem Betawi juga turut mempengaruhi surat kabar terbitan Jakarta.
Ramadani Wahyu