Senibudayabetawi.com – Penyebutan buleng pada tradisi lisan Buleng khas Betawi konon bermula dari seorang bernama Buleng yang memiliki kepandaian membawakan cerita atau dongeng. Ia kemudian termashur hingga kerap diundang untuk bercerita dan mendongeng pada berbagai hajatan pesta.
Tradisi lisan Buleng khas Betawi menjadi salah satu produk seni budaya yang jarang dikenal. Padahal tempo dulu di beberapa tempat seperti Ciracas, Cinjantung, dan Kali Malang, tradisi lisan ini masih kerap digelar.
Menariknya, seniman buleng tak lain adalah orang-orang yang telah berlanjut usia. Sebelum sebagai hiburan di berbagai hajat mulai pernikahan, sunat hingga acara penting pejabat, buleng hanya untuk hiburan malam ngangkat.
Diketahui malam ngangkat adalah malam sebelum pesta pernikahan sesungguhnya dilaksanakan. Dalam Buleng “Sastra Lisan Betawi” (2016) Yanti Nisfiyanti menyebut buleng digelar sekaligus untuk menemani para ibu yang mempersiapkan masakan untuk besok hari serta bapak-bapak yang berjaga pada malam itu.
Ciri Khas Buleng
Buleng memiliki ciri-ciri yang khas yaitu pencerita hanya seorang diri dan tidak ada pengiring maupun pendamping.
Ciri lainnya adalah cerita atau dongeng yang dikisahkan hanya sebatas kerajaan-kerajaan lokal seperti cerita Kerajaan Tanjung Jaya yang disinyalir berada di wilayah Jakarta sekitar Tanjung Barat.
Cerita lain yakni Ciung Wanara, Munding Laya Di Kusumah, Prabu Siliwangi, Lutung Kasarung, Sangkuriang, dan Raja Tanpaingan.
Tradisi lisan ini tidak membutuhkan tempat khusus untuk tampil, bisa di dalam rumah sambal berkumpul melingkar beralaskan karpet dan tikar atau dibuatkan bale di luar dengan posisi penonton bisa duduk atau berdiri.
Waktu acara tradisi lisan pada umumnya malam sedangkan durasi waktunya sangat fleksibel bisa semalam suntuk, bisa sejam dua jam, dan seterusnya, bisa juga sesuai keinginan yang punya hajat.
Begitu juga cerita yang akan dibawakan bisa sesuai keinginan yang punya hajat atau terserah pada juru cerita saja.
Pagelaran Tradisi Lisan Buleng Khas Betawi
Dulunya tradisi lisan Buleng tidak membutuhkan perangkat lain atau instrument lainnya. Artinya benar benar hanya seorang diri.
Adapun untuk aksen aksen tertentu maka pebuleng menggunakan suara-suara dari mulut dan anggota tubuh lainnya seperti menepuk paha dan sebagainya.
Namun dalam perkembangan selanjutnya maka ada kreasi ditambahkan alat musik atau instmmen lainnya. Ini bertujuan membuat orang tertarik dan untuk menghindari rasa jenuh dan bosan.
Kreasi penambahan instrumen ini misalnya dengan ditambah alat musik rebab, gamelan topeng, dan gambang kromong.
Ramadani Wahyu