Memaknai "Upacara Cuci Tangan" Betawi saat Kelahiran Bayi

Memaknai “Upacara Cuci Tangan” Betawi saat Kelahiran Bayi

Senibudayabetawi.com – Kelahiran seorang bayi merupakan anugerah tersendiri, khususnya bagi orang tua Betawi. Tak ayal jika berbagai upacara adat Betawi dilakukan seiring kelahiran awal sang bayi. Salah satunya yaitu “upacara cuci tangan”.

Percampuran antara ajaran Islam dengan kebudayaan lokal Betawi tak dapat disangkal lagi. Ini sangat terlihat dalam upacara kehamilan dan kelahiran. Jika pada masa kehamilan dikenal upacara kekeba maka dalam upacara kelahiran turut dikenal pula “upacara cuci tangan”.

Dalam Folkor Betawi (1979), “upacara cuci tangan” adalah suatu upacara yang biasa dilakukan oleh para perempuan yang saat kelahiran bayinya telah mencapai umur 40 hari.

Upacara ini dilakukan setelah bayi berumur 40 hari karena sebelum memasuki umur tersebut si bayi dan ibunya masih dirawat dan dilayani oleh seorang dukun beranak yang biasa dipanggil dengan sebutan Mak Dukun.

Adapun maksud mengadakan upacara cuci tangan yaitu untuk pengambilalihan hak dan kewajiban Mak Dukun oleh ibu si bayi yang bersangkutan.

Di samping itu juga sebagai pernyataan terima kasih atas pertolongan yang telah diberikan Mak Dukun selama ini, dan untuk meminta maaf atas segala kesalahan si ibu pada Mak Dukun selama dalam perawatannya.

Upacara ini dilakanakan pada pagi atau siang hari sebelum dimulainya upacara “cukuran” atau pemotongan rambut si bayi.

Setelah acara keseluruhannya selesai dan Mak Dukun sudah diberi bekal ataupun hadiah-hadiah ala kadarnya. Sejak saat itulah segala tanggung jawab pemeliharaan si bayi berpindah pada ibunya.

Makna “Upacara Cuci Tangan”

Senada dalam Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup pada Masyarakat Betawi (1993), adanya anggapan sebelum upacara “cuci tangan” berarti orang tua bayi masih menanggung kotoran pada peraji.

Upacara ini cukup dilakukan dengan sesajen, bunga tujuh macam, minyak wangi, dan uang logam serta nasi kuning dengan lauk-pauknya. Untuk mencuci tangan peraji, tangan peraji dikerok dengan uang logam seraya membaca doa salawat dan mantera sebagai berikut:

“Emak same-same rido, udah ngerawat elu, kita minta dikasi sehat, milik, rejeki, yang puas. Emak biar sehat, yang lahir biar ‘sehat, babenye yang mencari rejeki biar sehat semuanya “.

Ramdani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.