Senibudayabetawi.com – Aliran silat Sabeni Tenabang merupakan salah satu aliran silat tradisional asli Betawi. Karena permainnya yang cenderung bertahan menunggu kelemahan lawan, pesilat Sabeni dikenal sebagai pesilat penyabar. Tak ayal jika kemudian aliran ini memiliki makna kesabaran yang tinggi yang wajib dimiliki pesilatnya.
Seperti halnya namanya, silat ini berasal dari daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat, Indonesia. Aliran ini dikembangkan oleh Sabeni bin Canam (pendiri aliran Sabeni), aliran ini selanjutnya diturunkan pada keturunannya yaitu M. Ali Sabeni.
Dalam Kemdikbud, mulanya, penyebaran silat ini sangat terbatas karena merupakan ilmu bela diri silat keluarga. Akan tetapi seiring perkembangannya, silat ini turut dilestarikan. Namun, fokusnya adalah untuk anak-anak muda daerah Tanah Abang.
Dalam perkembangannya, silat tradisional asli Betawi ini kemudian diteruskan oleh generasi ketiga Sabeni yakni anak dari M. Ali Sabeni bernama Zul Bachtiar Sabeni. Ia juga sekaligus pewaris utama ilmu silat tradisional aliran Sabeni dan lestari hingga saat ini.
Ciri Khas Silat Sabeni
Menariknya, ciri khas aliran silat Sabeni terkenal dengan kecepatan dan kepraktisannya. Permainannya cenderung rapat dengan gerak tangan yang sangat cepat.
Bila ditelaah lebih lanjut, aliran silat ini mengutamakan pada penyerangan dan tak memiliki kembangan dan murni untuk beladiri. Ini tentu saja berbeda dengan aliran silat tradisional Betawi lainnya yang bisa dipergunakan untuk menari atau ngibing.
Tak hanya itu, silat sabeni juga terkenal karena keluwesan geraknya yang disinkronisasikan dengan sapuan kaki untuk membanting. Kecepatan dan keunikan gerakan aliran sabeni inilah yang membuat aliran ini sangat disegani dan dihormati. Bahkan beberapa gerakan/jurusnya dipergunakan juga oleh aliran silat lain sebagai pelengkap.
Syarat Menjadi Murid Silat Sabeni
Kendati demikian, seseorang yang ingin belajar maen pukulan Sabeni harus memenuhi syarat tertentu. Misalnya, murid-murid Mustofa Sabeni (Cang Mus) diharuskan menyediakan sepasang golok, kain kafan seukuran mayat (saat ini diganti dengan Al Quran), hingga kembang.
Sementara di jalur M. Ali Sabeni (Aba Ali), bagi murid yang telah belajar maen pukulan selanjutnya harus mengadakan syukuran dengan menu nasi uduk atau nasi kuning dan membaca shalawat bersama-sama.
Ramadani Wahyu