Senibudayabetawi.com – Ada kelekatan tersendiri antara bandeng, Tionghoa dan Betawi. Firman Muntaco, penulis dari tanah Betawi dalam tulisan kumpulan cerita Gambang Jakarte, pernah menceritakan tentang bandeng dan Tionghoa yang kemudian diadaptasi masyarakat Betawi.
Terungkap bahwa calon menantu atau menantu wajib membawa ikan bandeng sebagai hantaran kepada mertuanya. Ini sejalan dengan kebiasaan masyarakat Tionghoa di Jakarta. Selanjutnya, adat ini kemudian diadaptasi oleh masyarakat Betawi Jakarta.
Dalam Perubahan Makna dan Simbol dalam Tradisi Seserahan Makanan (2018), sepasang ikan bandeng bahkan digantung di depan rumah gadis calon mempelai. Ini ketika gadis tersebut sudah ada yang naksir. Nah, tugas menggantungkan ikan bandeng ini dilakukan oleh pemuda yang naksir tersebut.
Orang tua atau keluarga yang mendapatkan gantungan sepasang ikan bandeng ini bersikap memaklumi bahwa anak perawannya mulai ada yang mendekati. Sebagaimana orang tua Betawi memberi peringatan dan nasehat agar anak gadisnya berhati-hati dan membatasi pergaulannya.
Ikan Bandeng Akrab dengan Orang Betawi
Wakadiv Keagamaan Komwil Bang Japar Jakarta Barat Ustad Kurnain Cobra menyatakan ikan bandeng telah akrab dengan masyarakat Betawi. Bagaimana tidak, ikan bandeng merupakan lauk pauk mewah tempo dulu.
“Kalau ada acara hajatan, tahlilan, lauk yang paling mewah dulu itu ya ikan bandeng. Bahkan di Betawi kalau ingin dianggap mantu harus bawa bandeng. Kalau tidak maka belum dianggap mantu,” kata dia.
Ia menambahkan, bahwa orang Betawi yang lekat dengan agama Islam kerap melakukan sedekah. Salah satunya dengan membeli ikan bandeng lalu membagikannya kepada ncang ncing dan sanak saudara dan tetangga.
Ini sangat berbeda dengan pemaknaan ikan bandeng bagi masyarakat China atau Tionghoa. “Kalau China, bandeng biasanya untuk sembahyang, bukan untuk dimakan. Mereka menganggapnya sebagai simbol keberuntungan,” ungkap dia.
Ikan bandeng biasanya dipanen sekitar tiga bulan sekali. Namun, saat perayaan Imlek, ikan bandeng sengaja dipanen setahun sekali secara khusus. Itulah kenapa ikan bandeng saat Imlek terlihat sangat besar. “Dulu istilahnya bukan bandeng Imlek, tapi bandeng pasar malem yang adanya malem,” tutur dia.
Firman Muntaco juga menyebut bahwa seorang pria pergi ke pasar malam yang diadakan secara teratur sebelum Tahun Baru Imlek. Di sana karena dia begitu ramai dengan orang-orang, dia menyenggol wanita dengan bebas. Namun tak disangka, salah satu orang pilihannya adalah calon ayah mertuanya.
Ikan bandeng biasanya dipanen sekitar tiga bulan sekali. Namun, saat perayaan Imlek, ikan bandeng sengaja dipanen setahun sekali secara khusus. Itulah kenapa ikan bandeng saat Imlek terlihat sangat besar. “Dulu istilahnya bukan bandeng Imlek, tapi bandeng pasar malem yang adanya malem,” tutur dia.
Adapun perbedaan lapak bandeng tempo dulu dan sekarang yang mengalami pergeseran. Tempo dulu, para pedagang bandeng hanyalah orang-orang Betawi. Namun, saat ini banyak orang-orang, bahkan di luar Betawi turut berdagang. Selain itu, saat ini juga muncul berbagai pungutan lapak yang sangat berbeda dengan lapak bandeng tempo dulu.
Ramadani Wahyu