Senibudayabetawi.com – Masyarakat Betawi telah dikenal sebagai masyarakat yang relijius, terlebih saat bulan suci Ramadan dan menjelang Lebaran ini. Bahkan, persiapan menyambut Idul Fitri boleh dikatakan sejak bulan Ramadan tiba.
Mayoritas masyarakat Betawi bergembira menyambut bulan suci Ramadhan, begitu juga ketika Idul Fitri. Mereka menyambutnya dengan berbagai tradisi mulai nyekar dan nyorog, andilan yang beberapa diantaranya masih tetap dilakukan.
Melansir dinaskebudayaan.jakarta.go.id, nuansa Ramadan tempo dulu teramat syahdu dirasakan. Utamanya saat malam tiba sampai menjelang sahur.
Kegiatan Ibadah Semakin Intens, Berburu Pahala
Selepas sholat tarawih, masyarakat Betawi melanjutkan tadarusan di surau, mushola hingga masjid. Kegiatan ibadah ini semakin intens seiring bulan Ramadan sudah melewati pekan kedua.
Masyarakat Betawi bersemangat untuk mencari pahala di malam Lailatul Qadr atau tempo dulu dikenal dengan malam likuran. Pada malam likuran ini, mereka memperbanyak kegiatan ibadah malam bulan Ramadan, terutama saat puasa sudah masuk ke malam 21 sampai malam 29.
Suara mereka yang mengaji sayup-sayup terdengar dari kejauhan dan serasa tidak pernah berhenti. Ketika itu, tidak sedikit yang telah khatam Qur’an lebih dari tiga kali sepanjang bulan Ramadhan.
Persiapan Menjelang Lebaran
Lebih menariknya lagi, tempo dulu sisa beberapa hari saja di bulan Ramadan, para kaum lelaki Betawi menyibukkan diri. Mulai dari membersihkan rumah bagian dalam dan luar atau pekarangan. Bahkan, jika masih ada waktu, mereka biasanya turut mengecat pagar atau tembok rumah.
Tak ketinggalan kaum perempuan pun juga sibuk. Mereka mencuci pakaian untuk sholat Ied seluruh anggota keluarga hingga mempersiapkan aneka bahan untuk menu spesial di hari Lebaran.
Beragam bentuk kue dan panganan itu seperti, ketupat sayur, semur daging, opor ayam, kue nastar, wajik, dodol Betawi, maupun tape uli yang siap untuk disajikan di hari raya Lebaran Idul Fitri.
Ramadani Wahyu
