Senibudayabetawi.com – Kebiasaan dan tradisi gotong royong telah menjadi cara hidup sehari-hari bagi masyarakat Betawi pesisir sejak dulu untuk mengatasi berbagai persoalan bersama. Kegiatan nyadran sedekah laut, membangun rumah, acara adat bahkan hingga menghadapi bencana misalnya yang dilakukan bergotong royong. Mereka biasa menyebutnya dengan tradisi goloran.
Jika masyarakat Betawi secara umum menyebut istilah gotong royong dengan istilah “nyambat” maka masyarakat Betawi pesisir memiliki istilah tersendiri untuk merujuk aktivitas gotong royong, yakni goloran.
Muasal istilah “goloran” itu sendiri berakar dari kata “golong” yang berarti kelompok atau rombongan. Dalam konteks tradisi Betawi, tradisi goloran merujuk pada kegiatan bersama yang dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau merayakan suatu kegiatan.
Kegiatan gotong royong biasanya dikoordinir oleh tokoh masyarakat setempat atau oleh ketua RT/RW setempat. Meski telah jarang, kegiatan gotong royong ini masih terlihat di kampung-kampung Betawi. Nah berikut ini beberapa kegiatan yang tak bisa terlepas dari tradisi goloran masyarakat Betawi pesisir.
Tradisi Nyadran atau Sedekah Laut
Bagi kalangan masyarakat Betawi pesisir, tradisi nyadran merupakan manifestasi nyata dari semangat gotong royong yang telah tertanam sejak turun-temurun. Prosesi ritual ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari perencanaan, persiapan, hingga pelaksanaan.
Dimulai dari tahap pengumpulan dana, pembuatan berbagai sesaji, menghias perahu, membawa sesaji, dan memanjatkan doa hingga makan bersama melibatkan seluruh warga Betawi pesisir. Tak sekadar menguatkan tali silaturahmi, kegiatan ini juga menunjukkan rasa syukur kepada Sang Pencipta.
Gotong Royong Bikin Dodol
Menjelang perayaan hari raya Idul Fitri, masyarakat Betawi berduyun-duyun gotong royong membuat dodol Betawi. Kegiatan ini telah menjadi tradisi agar saat perayaan hari raya Idul Fitri orang-orang bisa mencicipi hidangan dodol Betawi.
Bahkan, begitu guyubnya rumahnya yang berdekatan akan mengumpulkan bahan-bahan pembuatan dodol. Begitu pula pembelian bahan dodol dan proses pembuatan dilakukan bersama-sama.
Kegiatan gotong royong terlihat dalam proses pembuatan dodol Betawi. Untuk pembuatan adonan dodol misalnya yang minimal diaduk dua orang lelaki secara bergiliran selama kurang lebih tujuh jam. Sementara pihak perempuan menggiling ketan dan memarut kelapa.
Tempo dulu mengaduk dodol sengaja dilakukan di emperan depan rumah. Maksudnya juga supaya setiap orang yang lewat tahu bahwa si empunya rumah sedang punya kerja dan memicu orang-orang untuk membantunya.
Ngubek Empang
Nuansa gotong royong tampak jelas pada kegiatan ngubek empang saat memanen ikan. Ikan yang terdapat di empang terdiri dari ikan-ikan yang sengaja dipelihara seperti ikan mas dan gurame dan ada juga ikan yang memang tidak sengaja ada, seperti gabus, lele, dan mujaer.
Setelah proses menguras empang selesai dan ikan-ikan sudah dipanen, biasanya pemilik empang membagikan sebagian ikan pada warga yang terlibat.
Namun, tak sembarang ikan. Jika warga Betawi menemukan ikan mas atau gurame maka harus memberikannya kepada pemilik empang. Sementara ikan-ikan lain boleh diambil atau dimiliki.
Gotong Royong di Acara Pernikahan
Saat persiapan hajatan pernikahan, kebersamaan dan saling membantu sangat terlihat dalam masyarakat Betawi. Ini bahkan dimulai saat acara musyawarah sebelum acara. Tujuannya untuk menyiapkan barang dan tugas yang akan disediakan dan biasanya akan dibagi rata kepada seluruh keluarga besar.
Gotong Royong Membuat Rume (Rumah)
Gotong royong saat membangun atau membuat rume tidak hanya melibatkan kaum lelaki, tapi juga perempuan hingga para pemuda atau remaja. Bapak-bapak dan para remaja biasanya membawa cangkul, golok, arit dan blencong. Sementara tugas ibu-ibu adalah memasak menyiapkan makanan bagi yang bekerja membuat rume.
Bagi masyarakat Betawi kegiatan membangun dan pindah rume merupakan kegiatan yang sangat penting. Tidak hanya memastikan partisipasi keterlibatan warga lain, kegiatan ini juga diikuti dengan syarat-syarat tertentu termasuk menentukan hari yang dianggap cocok untuk memulai proses membangun atau pindah rume.
Ramadani Wahyu