Senibudayabetawi.com – Tari Cokek sebagai tarian khas Betawi menawarkan pesona tersendiri dalam dunia tari tradisional Nusantara. Dimainkan berpasangan perempuan dan lelaki, tarian ini sekilas mirip dengan tari di daerah lain seperti tari Tayub, Ronggeng Gunung, tari Gandrung, hingga tari Lariangi. Namun, tari Cokek tempo dulu memiliki karakteristik yang khas lho sobat senibudayabetawi.com. Diiringi alunan musik gambang kromong, Cokek menyajikan perpaduan gerakan tubuh yang lentur dan memiliki akar sejarah panjang.
Cokek berasal dari bahasa Tionghoa, yakni cukin yang artinya selendang yang panjangnya kurang dari satu meter. Cukin dipakai penari untuk menggaet dan menari dengan pasangan. Versi lain mengartikan Cokek adalah penyanyi yang merangkap penari. Pada perkembangannya kesenian Cokek dapat diartikan tarian pergaulan yang diiringi orkes Gambang Kromong dengan penari-penari wanita biasa disebut Wayang Cokek.
Dalam Fenomena Tari Cokek di Jakarta (2016) muasal tari Cokek Betawi berkembang di daerah pinggiran, yakni di Tangerang, Banten. Namun, dalam perkembangannya kesenian ini menyebar ke daerah tengah Betawi. Utamanya sejak pemerintahan gubernur Jakarta Ali Sadikin tahun 1970-an. Saat itu, seluruh seni dan budaya Betawi sebagai kekayaaan masayarakat Betawi diupayakan untuk dilestarikan.
Anggapan Negatif terhadap Tari Cokek
Namun, ada sebagian masyarakat Betawi yang menganggap kesenian Cokek bersifat negatif karena jauh dari nilai-nilai Islam. Ini karena masa lalu Cokek hadir di tengah-tengah masyarakat Betawi sejak masuknya masyarakat Tionghoa ke Betawi melalui jalur perdagangan.
Diketahui tari Cokek tempo dulu dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Tionghoa yang kaya disebut cukong. Dalam hal ini cukong juga membina Gambang Kromong. Cukong menghidupi seniman Gambang Kromong dan para penari Cokek yang disebut Wayang Cokek.
Tarian Cokek bersifat hiburan dan dilakukan secara berpasangan antara penari Cokek dengan tamu laki-laki. Bentuk tari Cokek Betawi memiliki kemiripan dengan bentuk tari rakyat daerah lainnya, seperti tari Tayub dari Tuban, tari Doger Kontrak dari Subang, tari Ronggeng Gunung dari Ciamis, tari Ketuk Tilu dari Jawa Barat, tari Gandrung dari Banyuwangi, tari Lariangi dari Wakatobi dan Jogged Bumbung dari Bali.
Musik dan Kostum Tari Cokek Tempo Dulu
Tari Cokek pada awalnya hanya diiringi oleh alat musik Tionghoa, seperti tehyan,kongahyan, dan sukong. Namun perkembangan yang bertermu dengan kebudayaan lokal menambah khasanah alat musik iringanya yaitu gambang kromong (gambang, kromong, suling, gong, kempul, kecrek, ningnong, gendang). Untuk kostum busana yang dipakai para penari cokek terdiri dari baju medol kurung berkerah dan rok kain dengan menggunakan selendang panjang yang dipakaikan di pinggang dan ujungnya dibiarkan terurai.
Adapun cara pertunjukan kesenian Cokek antara lain, penari wanita di atas panggung bernyanyi dengan penerangan lampu cempot cabang dua di tengah panggung atau arena. Selanjutnya, penari itu diikuti penonton pria yang ingin ikut serta dalam menari, setelah menari, mereka membayar.
Tariannya berupa tari langkah dengan gerak tangan relatif mudah. Yang membuat menarik tari Cokek tak lain yaitu gerak pinggul yang demonstratif dan erotis, namun humoris, sehingga kesan pornografis relatif tidak menonjol. Tarian bersifat improvisasi, tidak bertema, dan tidak bercerita, bahkan pada dahulu kala Wayang Cokek juga bisa diminta untuk menemani tidur para tamu bila diminta (Nirwanto S., dkk, 1998:90-91).
Ramadani Wahyu