Senibudayabetawi.com – Sejak zaman dahulu, pembangunan rumah adat Betawi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Betawi. Tak sekadar memastikan bentuk fisiknya, tapi juga nilai filosofi dan tradisi yang melekat di dalamnya merupakan kekayaan khas yang tak tertandingi. Meski beberapa tradisi sudah hilang, tapi di berbagai tempat masih dilestarikan.
Masyarakat Betawi meyakini bahwa membangun rumah tidak hanya sekadar bangunan. Namun, perlu memperhatikan keterkaitannya dengan spiritual yang termanifestasi dalam kepercayaan masyarakat Betawi. Mereka bahkan melakukan serangkaian tradisi untuk menjamin keselamatan pemilik rumah. Salah satunya dengan menggelar selamatan sedekah rata bumi.
Dalam Rumah Etnik Betawi (2013), masyarakat Betawi akan menghitung hari atau bulan baik untuk membangun rumah. Perhitungan dilakukan oleh orang yang dianggap ahli dengan tujuan agar terhindar dari mara bahaya. Masyarakat Betawi meyakini bahwa waktu pembangunan dapat menentukan keberlanjutan mereka ke depannya.
Jika hasil perhitungan kurang baik maka sebaiknya dihindari pada waktu yang sebelumnya ditentukan. Tapi jika masih menginginkan bulan atau hari tersebut maka bisa disiasati dengan menghadapkan rumah ke arah penjuru mata angin tertentu.
Masyarakat Betawi juga harus menggelar upacara tunggu lobang, yang diikuti dengan makan bubur merah putih. Tujuan dari upacara ini yakni agar rumah selamat dari ancaman dan bahaya dari alam, seperti angin puyuh, kemalingan hingga banjir.
Saat rumah baru memasuki tahapan pekerjaan fondasi, warga Betawi biasanya melakukan selamatan yakni sedekah rata bumi. Menariknya, tujuan tradisi ini berelasi kuat dengan keberlanjutan rumah tangga si empunya rumah. Adapun tujuan tradisi ini yaitu agar calon penghuni yang nantinya menempati rumah tersebut mempunyai fondasi rumah tangga yang kuat.
Kegiatan selamatan ini tidak ujug-ujug digelar. Tapi biasanya baru diselenggarakan jika pengerjaan konstruksi kuda-kuda rumah sudah sempurna dikerjakan.
Ramadani Wahyu