Hari Wayang Nasional: Jejak Langkah Wayang di Betawi

Hari Wayang Nasional: Jejak Langkah Wayang di Betawi

Senibudayabetawi.com – Peringatan Hari Wayang Nasional pada 7 November bukanlah sebatas formalitas semata. Lebih dari itu, adanya Hari Wayang Nasional diharapkan mampu menjadi momentum bagi masyarakat untuk meningkatkan kecintaan terhadap wayang, khususnya wayang Betawi yang unik dengan pesonanya sendiri.

Diperkirakan sudah ada sejak 1500 SM, Poespaningrat dalam Nonton Wayang dalam Berbagai Pakeliran menyatakan bahwa wayang awalnya difungsikan sebagai medium untuk memanggil arwah leluhur oleh masyarakat Jawa zaman prasejarah. Ya, jauh sebelum masuknya agama Hindu dan Islam, mereka menganut kepercayaan yang disebut sebagai kepercayaan hyang.

Melalui wayang, mereka dapat menjalankan ritual penyembahan kepada roh leluhur maupun nenek moyang. Dalam Sejarah Perkembangan dan Perubahan Fungsi Wayang dalam Masyarakat, kegiatan ibadah tersebut tercatat dalam sebuah prasasti pada zaman Prabu Dyah Balitung tahun 829 Saka (709 M).

Dari medium untuk ritual ibadah lalu penyebaran agama, wayang lalu beralih fungsi menjadi media komunikasi sosial. Ini karena wayang  mampu menyampaikan berbagai macam nilai, seperti pendidikan, kebudayaan, hingga ajararan-ajaran lokal. Namun, perannya kembali mengalami pergeseran hingga akhirnya wayang menjadi hiburan.

Secara garis besar, wayang Betawi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu wayang kulit Betawi, wayang golek Betawi, dan wayang orang Betawi.

Wayang Kulit Betawi

Jenis wayang ini paling umum ditemui. Wayang kulit Betawi menggunakan kulit sapi sebagai bahan dan biasanya dimainkan dengan iringan gamelan Sunda. Cerita yang dibawakan seringkali merupakan adaptasi dari cerita pewayangan Jawa, namun dengan dialek Betawi yang kental.

Mengutip dari laman Warisan Budaya Takbenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sejarah wayang kulit Betawi bermula ketika Pasukan Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram menyerang Belanda ke Betawi.

Sebuah rumah di Jakarta menjadi pos peristirahatan tentara Mataram, dan di pos itulah seorang tentara Mataram setiap malam bercerita tentang tokoh-tokoh dan peristiwa pewayangan.

Lakon-lakon yang dipergelarkan dalam wayang Betawi kebanyakan lakon carangan ‘Mahabarata’ dengan cerita-cerita yang khas Betawi, seperti ‘Bambang Sinar Matahari’, ‘Barong Buta Sapujagat’, ‘Cepot Jadi Raja’.

Sementara untuk lagu-lagu yang mengiringi Wayang Betawi lebih kepada lagu-lagu Sunda dan sering dibawakan oleh topeng Betawi. Beberapa lagunya yang khas mengiringi wayang kulit Betawi yakni Jiro, Rayah-Rayah, dan Bendrong.

Wayang Golek Betawi

Wayang golek Betawi merupakan jenis wayang tiga dimensi yang terbuat dari kayu.  Meski dikenal telah lama dikenal sebagai kesenian yang khas dari Jawa Barat, tapi wayang golek Betawi memiliki ciri khasnya sendiri.

Hal yang paling membedakan yakni saat pertunjukkan wayang golek lenong Betawi biaa menggunakan iringan gambang kromong. Tema-tema ceritanya pun juga beragam mengikuti legenda Betawi. Misalnya, legenda Si Pitung, dan Si Jampang. Jika biasanya wayang dijalankan oleh seorang dalang tunggal maka dalam pementasan golek lenong Betawi melibatkan seluruh kru yang ada.

Mengutip laman KebudayaanKemendikbud, awal mula keberadaan wayang golek ke tanah Betawi dibawa oleh Tizar Muhammad ‘Purbaya’. Ia merupakan seniman dan perajin barang antik ini kelahiran asli Banten dan tumbuh di Jakarta.

Inisiasi pengembangan wayang golek dilakukan sebagai upaya agar wayang ini dapat dinikmati masyarakat lebih luas.

Tizar pernah berguru dengan pembuat wayang yakni Aa Him di Bogor. Bahkan, ia sengaja mengunjungi berbagai negara untuk mempelajari wayang lebih dalam. Alhasil, ia sempat membuka stan wayang golek di Pasar Seni Ancol pada 1978.

Wayang Orang Betawi

Jenis wayang ini menggabungkan unsur tari, musik, dan drama. Para pemain akan berdandan dan berperan sebagai tokoh-tokoh pewayangan. Wayang orang Betawi biasanya dipentaskan dalam bentuk opera yang megah.

Wayang Orang Betawi adala kesenian tradisional Betawi yang berasal dari pencampuran budaya Betawi, Sunda, dan Jawa. Masyarakat Betawi mengadaptasi kesenian Wayang Orang yang pernah dibawa oleh Sultan Agung pada saat Mataram menyerbu VOC di Batavia. Kesenian Wayang Orang Betawi dinilai unik karena terjadi pencampuran bahasa dan peralatan musik yang membuat kesenian ini dapat disukai oleh masyarakat. 

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.