Memahami Makna dan Prosesi Kerik Tangan dalam Masyarakat Betawi

Memahami Makna dan Prosesi Kerik Tangan dalam Masyarakat Betawi

Senibudayabetawi.com – Ada satu penghormatan khusus terhadap proses kelahiran dan transisi tanggung jawab dari dukun bayi pada keluarga bayi. Masyarakat Betawi menyebutnya dengan tradisi “Kerik Tangan”. Ritual tradisi ini mempunyai makna mendalam untuk menyambut kelahiran bayi.

Kelahiran bayi khususnya bagi orang tua atau pasangan Betawi merupakan anugerah tersendiri. Bagaimana tidak, buah hati yang ditunggu-tunggu membawa kebahagiaan, menambah suka cita kehidupan berumah tangga.Tak heran jika orang Betawi menyambutnya dengan berbagai tradisi sebagai bentuk syukur.

Orang Betawi tempo dulu selalu meminta bantuan dukun bayi atau paraji untuk melancarkan proses persalinan. Karena keterbatasan fasilitas dan akses terhadap rumah sakit dan fasilitas kesehatan, masyarakat Betawi tempo dulu akhirnya memilih paraji. Paraji dianggap mempunyai pengetahuan khusus tidak hanya dalam membantu kelancaran proses persalinan. Tapi juga menjaga kesehatan sang ibu dan bayi.

Jika pada masa kehamilan dikenal upacara kekeba maka dalam upacara kelahiran turut dikenal pula “Kerik Tangan” atau “Cuci Tangan”. Kerik Tangan merupakan prosesi di mana dukun bayi menggosok-gosokkan tangan ibu si bayi dengan menggunakan kepingan uang logam sambil membaca shalawat dan mantra. Proses ini dilakukan setelah paraji membersihkan tangannya dan tangan ibu si bayi.

Makna dan Tujuan “Kerik Tangan”

Dalam Folkor Betawi (1979), “Kerik Tangan” atau “Upacara Cuci Tangan” adalah suatu upacara yang biasa dilakukan oleh para perempuan yang saat kelahiran bayinya telah mencapai umur 40 hari. Sebab, si bayi dan ibunya masih dirawat dan dilayani oleh seorang dukun beranak yang biasa dipanggil dengan sebutan Mak Dukun.

Adapun maksud mengadakan upacara cuci tangan yaitu untuk pengambilalihan hak dan kewajiban Mak Dukun oleh ibu si bayi yang bersangkutan. Di samping itu juga sebagai pernyataan terima kasih atas pertolongan yang telah diberikan Mak Dukun selama ini, dan untuk meminta maaf atas segala kesalahan si ibu pada Mak Dukun selama dalam perawatannya.

Upacara ini dilakanakan pada pagi atau siang hari sebelum dimulainya upacara “cukuran” atau pemotongan rambut si bayi.

Setelah acara keseluruhannya selesai dan Mak Dukun sudah diberi bekal ataupun hadiah-hadiah ala kadarnya. Sejak saat itulah segala tanggung jawab pemeliharaan si bayi berpindah pada ibunya.

Makna “Kerik Tangan”

Dalam Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup pada Masyarakat Betawi (1993), adanya anggapan sebelum upacara Kerik Tangan atau “cuci tangan” berarti orang tua bayi masih menanggung kotoran pada peraji.

Upacara ini cukup dilakukan dengan sesajen, bunga tujuh macam, minyak wangi, dan uang logam serta nasi kuning dengan lauk-pauknya. Untuk mencuci tangan peraji, tangan peraji dikerok dengan uang logam seraya membaca doa salawat dan mantera sebagai berikut:

“Emak same-same rido, udah ngerawat elu, kita minta dikasi sehat, milik, rejeki, yang puas. Emak biar sehat, yang lahir biar ‘sehat, babenye yang mencari rejeki biar sehat semuanya “.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.