Senibudayabetawi.com – Tradisi betawi erat dengan nilai- nilai keislaman. Ini terlihat dari berbagai macam tradisi bernilai religius Islam. Ridwan Saidi dalam Profil Orang Betawi menyatakan setidaknya terdapat tiga tradisi cerminan proses internalisasi nilai pendidikan Islam pranatal dalam tradisi Betawi. Ketiganya yakni tradisi nyerep-nyerepin, duduk nikah dan nuju bulanin.
Masyarakat Betawi meyakini bahwa pendidikan Islam prenatal bermula sejak kedua orang tua akan membangun rumah tangga. Artinya, saat pemilihan jodoh. Nah, lantas bagaimana tradisi Betawi sejak masa sebelum pernikahan?
Nyerep-nyerepin
Pertama yakni, Nyerep-nyerepin. Tradisi ini merupakan saat seorang lelaki akan menikah. Lalu perwakilan perempuan dari keluarga laki-laki akan menyeleksi calon perempuan terpilih dan didiskusikan dengan sang laki-laki.
Jika mempelai laki-laki menyetujui pilihan dari pihak keluarga maka akan menuju ke langkah selanjutnya yakni ngedelengin. Kemudian, perwakilan dari keluarga laki-laki akan menemui keluarga bakal calon mempelai wanita yang hendak dipinang.
Kedatangan perwakilan calon mempelai laki-laki sudah menyatakan niatnya. Lalu, sang perwakilan akan memberikan foto calon mempelai perempuan kepada sang calon mempelai laki-laki. Proses ini biasa disebut dengan ajar kenal.
Calon mempelai pria datang dengan membawa berbagai macam makanan kepada calon mempelai perempuan. Ridwan Saidi melihat bagaimana mulianya lelaki memperlakukan perempuan dan tampak nilai akhlak di dalamnya.
Tradisi ini sekaligus menghindari budaya pacaran yang dilarang dalam Islam. Sehingga membuat dua insan bertemu melalui jalan yang halal.
Duduk Nikah
Kedua yakni duduk nikah. Dengan alunan musik rebana dengan diiringi penampilan palang pintu membuat nilai-nilai keislaman semakin terlihat. Iringan rebana diikuti lantunan shalawat membuat nilai religiusitas erat di dalamnya.
Nuju Bulanin
Ketiga, pendidikan Islam pranatal dalam tradisi Betawi yakni tradisi nuju bulanin. Tradisi ini dilakukan saat sang istri tengah mengandung dalam usia kandungan tujuh bulan. Ridwan Saidi menyebut bahwa tradisi ini mengundang seluruh kerabat dan keluarga untuk bersama-sama membaca tahlil.
Penulis juga menuliskan dalam narasinya bahwa pengajian dilakukan setiap malam sampai masa kelahiran datang. Surat yang biasa dibaca adalah surat Yusuf.
Tradisi ini dilakukan karena janin sudah sempurna, sudah berbentuk, dan sudah ditiupkan oleh Allah. Sehingga menurut orang-orang Betawi peristiwa ini harus disyukuri, oleh karena itu dibuat upacara nuju bulanin ini.
Peneliti melihat hal tersebut sebagai bentuk nilai akidah yang timbul melalui tradisi nuju bulanin ini. Selain relaksasi untuk ibu hamil tampaknya pembacaan ayat suci Al-Quran ini memiliki pengaruh positif untuk kesehatan janin.
Ramadani Wahyu
[…] – Banyak anggapan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Betawi tempo dulu rendah, bahkan tak berpendidikan. Lekatnya jejak Islam di Betawi yang […]