Senibudayabetawi.com – Umat Gereja Katolik St. Servatius, Kampung Sawah di Bekasi telah terbiasa dengan pemandangan orang-orang berpakaian ala Betawi lengkap dengan peci dan sarung mengikuti perayaan umat Katolik, termasuk Misa. Tradisi ini ada tak lepas dari identitas Betawi yang kuat dalam Gereja Katolik St. Servatius, Kampung Sawah di Bekasi.
Penggunaan peci dan sarung kembali mengingatkan pada peristiwa 1896. Kala itu sebanyak 18 orang warga Kampung Sawah asli Betawi dibaptis kemudian budaya Betawi diputuskan menjadi identitas gereja di Kampung Sawah pada 1995.
Anggota Krida Wibawa, A. Yepta Noron menyatakan , tradisi pakaian adat Betawi ini telah bermula sejak sesepuh terdahulu.
“Cuma dulu para sesepuh kita itu bajunya putih dengan celana komprang biasa lalu di sini ada kain juga. Walaupun waktu itu mungkin juga kainnya bukan sarung, tapi akhirnya untuk memudahkan maka kita sekarang pakai baju koko,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com baru-baru ini.
Sejarah Gereja Kampung Sawah adalah Sejarah Umat Katolik Betawi Kampung Sawah
Sejarah gereja Kampung Sawah adalah sejarah umat Katolik Betawi di Kampung Sawah. Demikian yang tertulis di situs resmi Gereja Paroki Kampung Sawah Santo Servatius.
Setelah diputuskan Betawi menjadi identitas gereja pada 13 Mei 1996, dibentuklah kekerabatan Santo Servatius sebanyak 12 babe dan nyak yang asli dari Kampung Sawah dilantik untuk menghidupkan kembali tradisi. Dari situlah lahir kelompok pengawal misa Krida Wibawa. Tugas sosial mereka adalah menjaga ketertiban selama berlangsungnya kegiatan Misa.
“Romo yang menciptakan gereja ini menamakan gereja ini gereja Betawi sehingga untuk kita kelompok Krida Wibawa yang dikatakan oleh romo diberi tugas untuk mengawal misa diusahakan mengenakan pakaian tradisi. Nah, pakaian tradisi yang paling pas itu untuk pengawal ya pakaian pangsi,” ujar dia.
Meski terkenal dengan nama Betawi, umat di sini tak hanya asli Betawi. Tapi tak ada yang keberatan untuk melestarikan budaya Betawi. Umat bahkan menilai sarung dan peci merupakan identitas nasional.
Peci dalam Masyarakat Betawi
Peci yang menjadi identitas masyarakat Betawi, lambat laun menjadi perlengkapan wajib bagi para pendekar dan jagoan maen pukulan. Umumnya, dipakai oleh mereka yaitu peci hitam polos tanpa motif berbahan beludru.
Namun, belakangan banyak juga diantara pada jawara maupun jagoan Betawi yang memakai warna merah.
Konon, keberadaan peci berwarna merah yang dimodif tanpa tali di bagian atas merupakan identitas pendekar atau jawara dan jago maen pukulan—setidaknya hingga akhir tahun 30-an. Namun, lambat laun sempat kemudian ditinggalkan karena dianggap simbol pro kolonial.
Ramadani Wahyu