Senibudayabetawi.com – Masyarakat Betawi tempo dulu memiliki berbagai tradisi mulai dari kegiatan paling sederhana hingga kompleks. Mulai dari menikmati makanan, merayakan hajatan seperti pernikahan dan sunatan hingga pengobatan tradisional.
Nah, khusus beberapa tradisi ada yang mulai ditinggalkan dan masih dilestarikan. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan yaitu pengobatan tradisional oleh masyarakat di Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Seperti kebanyakan masyarakat tradisional, Betawi cenderung memiliki hubungan erat dengan alam dan lingkungan sekitar. Berbegai kebiasaan dan praktik yang umum yaitu mereka biasa memiliki tanaman di sekitar rumah.
Orang Betawi cenderung memiliki taman kecil di halaman rumah mereka. Adapun di dalamnya, mencakup berbagai tanaman hias, bunga, dan tanaman obat-obatan sebagai sumber tanaman tradisional.
Pengobatan Tradisional
Tepatnya sebelum tahun 1990-an, warga di Jagakarsa masih melestarikan pengobatan nonmedis dengan memanfaatkan tanaman di sekitar rumah tersebut. Dalam buku Pengobatan Tradisional pada Masyarakat Betawi di Kelurahan Ciganjur, tradisi ini warisan turun temurun oleh orang tua zaman dulu.
Pengobatan dari tanaman ini tak hanya mampu mengobati penyakit luar, tapi juga meringankan penyakit dalam. Beberapa penyakit luar yaitu seperti jerawat, luka bakar, bengkak, memar, kudis, panu, bisul, luka karena benda tajam hingga kutil.
Sementara untuk penyakit dalam yaitu sakit kepala, demam, keracunan makanan, diare, batuk, mimisan, cacingan, radang tenggorokan, flu, campak, hingga biduran.
Beberapa tanaman obat tersebut seperti jahe, kunyit, temulawak, hingga daun sirih yang kerap digunakan pengobatan dan kesehatan. Selain itu, mereka juga menggunakan berbagai jenis daun, seperti lidah buaya hingga santan kelapa. Bahan-bahan ini biasanya ditumbuk untuk diambil sarinya dan dimanfaatkan untuk pengobatan.
Pada pengobatan kebotakan misalnya, masyarakat Betawi tempo dulu biasa mengoleskan lidah buaya dan dilakukan secara rutin dua hingga tiga kali per minggu. Lalu, untuk pengobatan jerawat, masyarakat Betawi biasa menggunakan dedaunan seperti daun cabai, kencur, dan beras padi. Bahan-bahan ini ditumbuk hingga lunak dan dijemur menjadi bedak dingin dan dioleskan pada wajah.
Toekang Rempa-rempa Abad ke-19
Tanaman herbal berkontribusi terhadap perkembangan obat-obatan zaman sekarang. Demikian, perkembangan apotek tak lepas dari kontribusi hadirnya “apotek tradisional” berupa toekang rempa-rempa pada abad ke-19.
Hans Pols dalam artikelnya berjudul European Physician and Botani, Indigenous Herbal Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of Mediaton menulis seputar pengobatan di Hindia Belanda. Ia menyatakan, perjalanan dokter dan pengobatan modern berupa farmasi Eropa yang ada berkat adanya pengobatan local yang justru ada di Hindia Belanda.
Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, masyarakat Hindia Belanda telah memiliki local genius atau budaya lokal terkait dengan layanan farmasi. Mereka kerap menyebut layanan ini sebagai toekang rempa-rempa dan kerap kali ada di pasar.
Ramadani Wahyu