Senibudayabetawi.com – Bukan hanya Benyamin Suaeb melalui lagunya Sang Bango menuliskan tentang kodok, Sang Kodok, eh, eh eh Sang Kodok. Kenape elu kerak kerok aje? tapi salah satu permainan Betawi juga. Adalah permainan kodok-kodokan. Kodok berarti katak. Ini karena peran utama dalam permainan ini disebut sebagai sang kodok.
Permainan ini biasa dimainkan oleh anak laki-laki berusia 8-13 tahun. Karena membutuhkan tempat yang luas untuk berlari, maka permainan ini sering dilakukan di lapangan atau tanah lapang.
Dalam Permainan Populer Tradisional Betawi karya Darti Isyanti (2023) permainan kodok-kodokan juga melibatkan roh dari dunia lain. Seperti halnya namanya, permainan ini harus dilakukan dengan memanggil roh kodok. Itu artinya, diperlukan pawang khusus untuk memanggil roh kodok dan dimasukkan dalam tubuh pemeran utama. Nah, penasaran bagaimana permainannya?
Cara Bermain Kodok-kodokan
Pertama, peserta atau pemain berkumpul untuk melakukan hompimpah lalu dilanjutkan dengan suten. Suten merupakan cara mengundi dengan mengadu jari untuk menentukan siapa yang menang bermain dahulu. Kemudian ditentukan pemain sebagai pawang dan sang kodok.
Berikutnya, sang pawang mengundang roh kodok untuk dimasukkan ke tubuh pemeran kodok. Menariknya, sang pemeran yang kemasukan roh kodok maka akan melompat dan berlari ke sana kemari untuk menyentuh peserta lain. Peserta lain berlari dan bersembunyi dari sang kodok. Mereka menyanyikan lagi “kek..kok..kek..kok…”
Usai peserta panik berlarian, sang pawang datang untuk menghampiri sang kodok dan memanggil nama sang pemeran dengan suara keras berkali-kali. Jika sang kodok telah sadar maka akan berperilaku sewajarnya dan permainan berakhir.
Meski permainan ini melibatkan kejar mengejar antara sang kodok dan peserta lain tapi tidak ada yang kalah dan menang dalam permainan ini. Permainan kodok-kodokan lebih mengajarkan kebersamaan, komunikasi, ketangkasan, keseimbangan, saling menghargai, disiplin dan empati sesama.
Ramadani Wahyu