Senibudayabetawi.com – Maen pukulan Ji’it, silat bela diri khas Betawi, memiliki akar sejarah yang menarik. Silat yang tumbuh di Cakung, Jakarta Timur ini lebih dari permainan bela diri, tapi juga permainan akal. Bahkan, penduduk asli Kayu Tinggi menyebutnya sebagai “maen akal” karena dibutuhkan pemahaman dan olah pikir dalam melakukan serangan.
Adapun maen pukul Ji’it ini bermula dari seorang mandor air bernama Kong Ji’it, asal Kayu Tinggi, Cakung, Jakarta Timur. Dalam Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi oleh G. J Nawi, nama “Ji’it” sendiri diambil dari nama penciptanya.
Versi lain menyebutkan bahwa “Ji’it” berasal dari bahasa Tionghoa dialek Hokkian yang berarti “dua-satu”. Hal ini merujuk pada teknik dasar permainan di mana setiap serangan lawan dibalas dengan dua serangan cepat. Namun, makna sebenarnya dari nama ini tidak terlalu relevan dengan inti dari maen pukulan Ji’it.
Maen Pukulan Ji’it lebih dari sekadar permainan bela diri, tetapi juga sebuah permainan akal. Penduduk asli Kayu Tinggi menyebutnya sebagai “maen akal” karena permainan ini sangat mengandalkan pemahaman, strategi, dan kecepatan berpikir dari pemainnya.
Ilmu maen pukulan ini kemudian diwariskan secara turun-temurun, dimulai dari Kong H. Salam dan dilanjutkan oleh generasi ketiga seperti H. Hudori, Tarman, dan H. Turmadi. Mereka mengajarkan permainan ini kepada warga sekitar, termasuk Sayid Abiq.
Jurus dan Langkah
Salah satu keunikan maen pukulan Ji’it adalah jurus-jurus dasarnya yang tidak memiliki nama, melainkan hanya diberi nomor 1 hingga 6. Jurus 1 hingga 5 merupakan gerakan dasar, sedangkan jurus ke-6 adalah kombinasi dari kelima jurus tersebut.
Selain jurus, maen pukulan Ji’it juga memiliki 13 langkah dasar, seperti Satu Kurung, Lima Gelombang, dan Dua Belas Kurung.
Ciri Khas Maen Pukulan Ji’it
Ciri khas silat ini yaitu gerakannya yang cukup sederhana hanya dengan pukul dan tangkis yang mengandalkan kecepatan dan kekuatan tanpa banyak kembangan. Meski demikian, gerakannya mempunyai banyak kaidah.
Sikap pasang dengan mengepalkan tangan (double cover) layaknya petinju. Lalu ada pula kuda-kuda anti seliwa (selamba), di mana lawan yang memukul dengan tangan kanan dihadapi dengan tangan kiri. Begitu juga sebaliknya seperti jalan robot.
Kuda-kuda tinggi dengan jarak antara kaki kanan dan kiri hanyalah sejengkal. Karakter permainan yang keras, tidak mengenal tangkapan. Lawan yang memukul akan dipukul dengan cara diadu tangan lalu masuk ke tubuh lawan.
Ritual Tradisi Maen Pukulan Ji’it
Sebelum belajar maen pukulan Ji’it, calon siswa harus menyediakan beberapa syarat. Mulai dari ketan yang memiliki filosofi, yakni ketan yang lengket menjadi lambang keuletan permainan, telur bebek dua butir yang mempunyai filosofi bahwa bulat telur melambangkan kekuatan pukulan. Ada pula ikan japu yang memiliki filosofi gesit dalam menjatuhkan lawan segesit ikan japu.