Senibudayabetawi.com – Pangsi dianggap sebagai pakaian kebesaran orang Betawi. Tempo dulu, pangsi biasa dipakai oleh para juware atau jagoan Betawi (orang yang pandai berkelahi). Namun, sekarang fesyen pangsi telah merebak baik digunakan dalam acara festival budaya hingga palang pintu.
Busana pangsi merupakan identitas yang melekat pada diri jawara Betawi. Dengan desain baju pangsi tanpa kerah dengan panjang tangan yang mengatung dan celana besar mengatung, pangsi lekat dengan warna-warna cerah.
Fesyen pangsi begitu melekat dengan tokoh-tokoh yang melegenda – sebut saja si Pitung. Pitung merupakan salah satu dari nama ketokohan jawara Betawi yang menempati urutan pertama. Bahkan, pangsi juga kerap dipakai sebagai identitas masyarakat kota Jakarta dan sekitarnya.
Dalam perkembangannya, pangsi banyak dipakai oleh pedepokan silat, organisasi masyarakat Betawi. Geliat pangsi semakin terlihat dari semakin seringnya pakaian ini dipakai untuk acara-acara festival budaya hingga palang pintu.
Pada tempo dulu para jagoan Betawi biasanya memakai celana panjang berwarna krem atau kuning, jas tutup berwarna putih, bersarung ujung serang, peci hitam atau destar dan golok yang disisipkan di pinggang.
Baju Pangsi
Dalam Konstruksi Sosial Pemaknaan Pangsi Jawara Betawi: Penguatan Identitas Etnis Betawo dalam Menghadapi Globalisasi, awalnya baju pangsi terinspirasi dari film-film pendekat Betawi yang berpenampilan jawara seperti dalam tokoh Pitung. Adapun istilah pangsi bermakna celana berukuran besar, gede dan komprang (dalam bahasa Betawi).
Mengacu pada sejarahnya, baju pangsi awalnya hanya mempunyai tiga warna yakni merah, hitam dan ungu. Pangsi warna merah identik dengan tokoh Pitung, hitam identik dengan Ji’ih dan ungu identik dengan Jampang. Dalam perkembangannya mulai bermunculan berbagai pilihan warna seperti orange, biru, hingga hijau.
Menariknya, cara pemakaian pangsi oleh para jawara memiliki makna tersendiri dalam dunia maen pukulan. Misalnya, apabila pakaian pangsi yang dikenakan keluar dan gesper di dalam maka bermakna bahwa jawara itu siap disambut. Istilah disambut ini merujuk pada berduel atau beradu ilmu silat untuk mengetahui yang lebih jago.
Sementara pakaian pangsi yang dikenakan rapi tidak keluar gesper atau sabuk yang dipakai di luar maka bermakna bahwa seseorang itu adalah pesilat tradisi Betawi.
Seiring perkembangan zaman menuju era modern, pangsi bergeser dan digantikan oleh industri pakaian kaos. Diketahui kaos mulai muncul akhir abad 19 hingga awal abad ke-20 dan menjadi populer di kalangan anak muda paruh kedua era 1950-an. Itulah kenapa pangsi sempat hanya dipakai oleh orang tua dan jawara Betawi sebelum akhirnya marak digunakan sebagai identitas kebudayaan di Betawi.
Ramadani Wahyu