Senibudayabetawi.com – Pernahkah sobat senibudayabetawi.com bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menjadi representasi kota Jakarta? Di luar ikon populer yang lebih dikenal seperti ondel-ondel dan Tugu Monas, ternyata ada sepasang maskot sarat makna yakni elang bondol dan salak Condet. Dua nama yang mungkin kurang familiar, namun menyimpan kisah menarik tentang identitas kota Jakarta.
Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1796 Tahun 1989, maskot resmi Kota Jakarta yakni salak Condet (Salacca zalacca) dan burung elang bondol (Haliastur indus). Namun, kerap kali yang terlintas tentang ikon Jakarta yaitu tugu Monas dan ondel-ondel. Nah, mengapa demikian?
Dua maskot Jakarta yakni burung elang bondol dan salak Condet sama-sama unik dan representasi keanekaragaman hayati di Jakarta. Burung elang bondol, salah satu jenis elang yang memiliki habitat di Kepulauan Seribu, Jakarta. Sementara salak Condet, yaitu salah satu jenis salak yang penyebarannya terbatas pada kawasan Cagar Budaya Condet, Jakarta Timur.
Banyak masyarakat yang mengenal Jakarta melalui Monas dan ondel-ondel. Hal ini lumrah karena Monas adalah tugu bersejarah yang terkenal di Indonesia. Sedangkan ondel-ondel merupakan bentuk tradisi kebudayaan asli Jakarta yang dikenal sebagai kebudayaan Betawi.
Mulanya, penetapan elang bondol menjadi maskot kota Jakarta atas keputusan Gubernur Wiyogo Admodarminto menetapkan elang berwarna coklat dan berkepala putih dengan posisi bertengger di ranting sambil mencengkeram salak Condet sebagai maskot Jakarta.
Sebenarnya elang bondol ini merupakan burung migran yang juga terdapat di Australia, India, Cina Selatan, dan Filipina. Jakarta merupakan salah satu tempat persinggahan tetap burung yang mampu terbang hingga ketinggian 3.000 meter ini.
Dalam buku Elang Bondol & Salak Condet Maskot Kota Jakarta oleh Rika Sulastri, elang bondol dan salak pondoh penetapan elang bondol dan salak Condet memiliki alasan tersendiri.
Elang Bondol
Elang bondol merupakan salah satu satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Republik Indonesia UU No. 5 tahun 1990 dan diatur dalam PP No. 7 tahun 1999 dan Peraturan Menteri KLHK No. 106 tahun 2018. Ini dikarenakan eksistensinya yang semakin langka.
Penamaan elang bondol tak lepas dari ciri-ciri fisik satwa ini yakni mempunyai kepala putih dengan bulu tipis, hampir terlihat gundul. Elang bondol mempunyai ketajaman mata hingga 5 kali lipat dari manusia dengan kekuatan terbang yang kuat. Elang bondol simbol dari ketangkasan dan semangat Kota Jakarta.
Salak Condet
Ciri khas dari salak Condet yakni mempunyai daging buah yang tebal, berwarna agak kuning, kelat dan tidak berair. Salak ini mempunyai rasa khas dan berbeda dari salak biasa pada umumnya. Kulit dari salak ini juga cenderung lebih tipis dan mudah dikupas.
Seiring penyempitan kawasan perkebunan salak Condet seiring pembangunan dan pemukiman penduduk, eksistensi salak Condet juga berkurang. Beberapa upaya dilakukan seperti menjadikan Cagar Budaya dan Buah Condet pada 1975 oleh Gubernur Ali Sadikin.
Sejatinya, pengenalan dan publikasi maskot elang bondol di Jakarta dapat ditemui dalam bentuk tugu di hampir semua perbatasan provinsi Jakarta dengan Banten atau dengan Jawa Barat. Misalnya, di sudut persimpangan jalan raya dalam kota seperti di kawasan By Pass Cempaka Putih. Dua maskot ini juga pernah terpampang dalam logo bus Transjakarta sebelum akhirnya logo tersebut mengalami proses transformasi.
Ramadani Wahyu