Senibudayabetawi.com – Tradisi minum teh, meskipun sekilas tampak sederhana, ternyata menyimpan kekayaan budaya yang unik di setiap negara. Di Indonesia, khususnya di Betawi — nyahi, tradisi minum teh memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dengan negara lain seperti Jepang dan Belanda. Ini mencerminkan nilai-nilai budaya yang lekat khususnya bagi orang Betawi.
Diketahui tradisi minum teh pada bangsa Inggris tempo dulu hanya boleh dilakukan oleh kaum bangsawan. Sementara bangsa Jepang menganggap sakral minuman teh dalam acara sadō/chadō, acara minum matcha yang penyajiannya diputar-putar dalam cawan. Nah, lantas bagaimana orang Betawi?
Dua negara baik itu Inggris dan Jepang lekat dengan kepemimpinan kerajaan sehingga tradisi minum teh haruslah secara formal. Nah, bagi orang Betawi sendiri tradisi minum teh – disebut Nyahi justru sejak tempo dulu berlangsung akrab dan merekatkan hubungan warga Betawi. Aktivitasnya pun bisa fleksibel baik itu pagi atau sore hari.
Kata ‘nyahi’ berakar dari bahasa Arab, ‘syahi’ yang artinya teh. Tapi ada pula, yang menyebutkan, kebiasaan nyahi ini diperoleh dari interaksi dengan para pendatang Tionghoa. Namun, tahukah sobat senibudayabetawi.com bahwa tradisi Nyahi yang santai, akrab ini merupakan refleksi dari karakter orang Betawi.
Tradisi Nyahi Cerminan Egaliter Orang Betawi
Sejak tempo dulu Betawi memang tak pernah memiliki raja. Akar egalitarianisme masyarakat Betawi menguat seiring rekam sejarah akulturasi budaya yang panjang.
Sebagai daerah kosmopolitan, Betawi menjadi titik pertemuan berbagai etnis dan budaya. Interaksi yang intens ini melahirkan semangat toleransi dan saling menghormati antar sesama. Perpaduan berbagai pengaruh budaya ini kemudian membentuk karakter masyarakat Betawi yang terbuka dan egaliter.
Lance Castles dalam tulisannya “The Ethnic Profile of Jakarta” menyebut, etnis Betawi merupakan campuran dari berbagai suku bangsa di Nusantara. Namun, sejarawan Betawi Ridwan Saidi menyebut asal-usul etnis Betawi itu dari Kerajaan Salakanagara (abad 2 Masehi).
Lepas dari hal itu, tiadanya raja dalam sistem budaya Betawi boleh jadi membentuk pola pergaulan masyarakat Betawi yang terkenal egaliter alias nyaris tiada strata yang membatasi pergaulan antar sesama.
Tak heran jika dalam tradisi minum teh pun dilakukan secara informal dan penuh keakraban. Tradisi nyahi akrab dilakukan oleh masyarakat Betawi saat pagi maupun sore hari baik bersama keluarga maupun teman. Adapun sajian teh yang dihidangkan yakni berupa teh tubruk yang diseduh dalam teko kaleng dari kuningan.
Jika biasanya teh disajikan dengan gula pasir maka teh dalam sajian nyahi justru menggunakan gula kelapa. Begitu nyahi bersama, orang-orang Betawi akan menyajikan teh bersama dengan gula kelapa. Menariknya, saat meminum gula akan digigit terlebih dahulu lalu menyeruput teh tawar hangat.
Ramadani Wahyu