Senibudayabetawi.com – Kebaya resmi telah masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO pada Rabu (4/12/2024) diajukan secara bersama oleh negara rumpun tetangga lain, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Thailand. Yuk kita ulas berdasarkan akar sejarahnya sobat senibudayabetawi.com.
Secara historis, perjalanan kebaya cukup panjang. Kemunculan kebaya khususnya di Indonesia diperkirakan ada sejak abad ke- 15 atau 16 Masehi. Ini menyusul pengaruh budaya dari bangsa Arab yang datang ke Indonesia untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam sejak abad ke -7 (teori kedatangan Islam oleh Hamka). Terlebih dalam agama Islam turut mengatur bagaimana wanita berbusana.
Akar Istilah Kebaya
Robyn Maxwell mengatakan asal- usul dari kata ‘kebaya’ mempunyai beragam pengertian. Menurut bahasa Arab kebaya berasal dari kata habaya yang artinya busana yang memiliki labuh yang memiliki belahan di bagian depan. Versi lain, ‘kebaya’ dari bahasa Arab ‘kaba’ yang berarti pakaian. Sementara ‘kebaya’ yang diperkenalkan melalui bahasa Portugis merujuk pada busana atas atau disebut dengan blouse pada abad ke-15 hingga ke-16.
Desain kebaya pada saat itu masih sangat sederhana jauh dari model kekinian. Peranakan Arab pun mengenakan kebaya yang menutupi bagian dadanya dan mengenakan kain batik sebagai penutup di bagian bawahnya. Kebaya yang mendapat pengaruh dari Arab – kebaya pribumi memiliki desain yang tidak membentuk badan. Sebagaimana hanya mengedepankan fungsi sebagai penutup tubuh saja maka kebaya dibuat lebih longgar. Tidak seperti model kebaya masa kini.
Pengaruh dari Tionghoa
Perjalanan kebaya tidak berhenti di situ. Kebaya sempat mendapatkan pengaruh dari etnis Tionghoa tepatnya pada abad ke-19 seiring migrasi etnis Tionghoa ke wilayah Melayu, termasuk ke Indonesia. Di Indonesia sendiri, etnis Tionghoa banyak menikah dengan pribumi hingga membentuk komunitas Peranakan Cina.
Para peranakan Cina ini gemar mengenakan kebaya yang memiliki ciri khas tersendiri – kebaya nyonya atau kebaya encim. Istilah kebaya nyonya diperkenalkan pertama kali oleh kalangan peranakan Tionghoa. Sementara kebaya encim digunakan secara umum oleh orang non– Tionghoa untuk menamakan jenis kebaya yang dipakai oleh perempuan Peranakan Tionghoa.
Penamaan kebaya ini mengacu jenis sulamannya, yaitu kebaya kerancang dan kebaya bordir. Konon, perempuan peranakan Tionghoa kini telah jarang sekali memakai kebaya jenis ini. Jenis kebaya encim juga tersebar di berbagai rumpun tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Pada awalnya model kebaya ini yakni berenda selanjutnya disulam. Adapun desain kebaya ini mempunyai ciri khas seperti menggunakan simbol-simbol fauna, flora, dan benda. Demikian pula dengan motifnya seperti burung Phoenix. Kebaya ini sempat menarik hati para noni Belanda yang mengadopsi gaya berpakaian keluarga bangsawan mengenakan kebaya.
Lambat laun, pada abad ke-20 banyak perempuan pribumi mengenakan kebaya bukan sekedar busana untuk menutupi tubuh saja. Tapi menggunakan busana karena modenya. Ada aturan tertentu saat membuat kebaya, baik potongan, warna atau kebiasaan berbeda dari tiap suku yang membuat busana kebaya tiap daerah tentu berbeda, termasuk kebaya yang ada di Betawi.
Ramadani Wahyu