Senibudayabetawi.com – Baju tikim sudah tidak asing lagi terutama bagi para pemain pencak silat atau maen pukul di Betawi. Sebagai pakaian kebanggaan, baju tikim dikenakan berpasangan dengan celana pangsi oleh para jawara maupun jagoan maen pukul Betawi saat berlaga. Nah, tahukah sobat senibudayabetawi.com muasal baju tikim ini?
Seiring perkembangannya, baju tikim tak hanya dikenakan saat jawara atau jagoan maen pukul Betawi berlaga mengalahkan lawan. Namun, dengan semakin banyaknya sanggar silat di Betawi maka pakaian ini telah menjadi kewajiban yang dimiliki pemain silat Betawi.
Muasal baju tikim tidak lepas dari pengaruh migrasi etnis Tionghoa yang tinggal di Batavia. Mereka menikah dan membentuk komunitas peranakan Tionghoa tinggal di berbagai wilayah di Batavia. Misalnya, orang Tionghoa di Weltevreden yang bermukim di Passer Baroe (Pasar Baru).
Saat berpakaian, laki-laki Tionghoa kerap kali mengenakan pakaian yang disebut Tuikhim. Dalam Gaya Hidup Masyarakat di Kawasan Weltevreden Batavia Tahun 1900-1942, tempo dulu, pakaian ini berupa baju koko berwarna putih dengan bagian depan yang ditutupi dengan lima buah kancing. Namun terdapat perbedaan antara laki-laki Tionghoa yang menjadi pejabat dengan warga biasa.
Model Baju Tikim Tempo Dulu
Model pakaian tikim saat ini sangat berbeda jauh dengan model sederhana zaman dahulu. Konon, hanya pejabat Tionghoa saja seperti Kapitan yang boleh memakai Tuikhim dengan kerah. Sementara warga biasa tidak diperbolehkan memakai baju gaya tersebut. Pemakaian ini dipadukan dengan bawahan berupa celana comprang yang memiliki potongan lebar atau disebut celana pangsi.
Jika kita lihat dengan seksama, pangsi Betawi biasanya dibuat sedemikian longgar dan tak sesuai dengan bentuk tubuh penggunanya. Adapun atribut yang melengkapi pakaian ini yaitu ikat pinggang yang besar, sarung yang dililitkan di leher, serta peci.
Menariknya, pangsi Betawi biasanya mempunyai tiga warna, yaitu pangsi berwarna merah, berwarna krem atau putih dan hitam. Khusus pangsi berwarna merah biasanya digunakan oleh seseorang yang ilmu silatnya tinggi.
Sementara pangsi berwarna krem atau putih digunakan oleh pemuka agama. Sedangkan pangsi berwarna hitam biasanya digunakan oleh para centeng.
Celana pangsi yang biasa dikenakan para jawara maen pukulan biasanya berukuran lebar. Ini bertujuan agar tidak lepas atau melorot, bagian atasnya diikat dengan angkin atau kain. Adapun angkin kini digantikan dengan gesper.
Ramadani Wahyu