Senibudayabetawi.com – Agama Islam telah berkembang sejak masa lalu. Namun, saat masa kolonial, baik VOC maupun Hindia Belanda menurut Karel Steenbrink seperti halnya “kawan dalam pertikaian”. Artinya, di satu sisi Islam dijadikan kawan, tapi sekaligus musuh yang harus diperangi.
Saat masa awal kedatangan Belanda di Nusantara, konflik teologis dan ekonomis-politis sangat mendominasi. Frederik de Houtman (1571-1627) dan Jan Pieterszoon Coen (1587-1629) dapat dikatakan sebagai tokoh-tokoh penting dalam konflik ekonomis-politis. Keduanya lebih mementingkan aspek ekonomis-politis dibandingkan teologis.
Bahkan, seperti dikutip studi Achmad Sunjayadi berjudul Aspek Islam dalam Turisme Kolonial di Jawa tahun 2010 menyebut bahwa Coen cenderung membiarkan penduduk Muslim setempat menjalankan agama mereka.
Namun, sebaliknya mispersepsi, prasangka, serta antipasti terhadap Islam dan kaum Muslim di Nusantara pada masa colonial lebih kuat dari kalangan spesialis baik teolog maupun pendeta.
Pandangan Pendeta Francois Valentijn
Salah satunya yaitu pendeta Francois Valentijn (1666-1727). Pada tingkat teologis ini, mereka menyerang Al Quran dan Nabi Muhammad. Sebaliknya mereka mengemukakan berbagai argumen tentang kebenaran Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta Yesus Kristus.
Menariknya meskipun Valentijn memandang Islam sebagai agama yang salah namun ia menganggap Islam sebagai agama terhormat. Bahkan ia memuji Muslimin yang sangat setia pada agamanya serta praktik pensucian dan pembersihan sebelum sembahyang (wudhu).
Uniknya, ia berpandangan tentang puasa di bulan Ramadhan sebagai hal aneh. Menurutnya orang-orang itu terus-menerus berpuasa sepanjang hari, namun hanya sampai terbenam matahari. Mengenai puasa Valentijn berkomentar: “Saya lebih suka menyebut itu makan dan minum secukupnya; kalau kebiasaan ini disebut puasa maka kami pun berpuasa sepanjang malam.” (Steenbrink 1995, 48)
Sementara, Muslim di Jawa (Tengah) dapat dilihat dalam kesan Rijkloff van Goens (1619-1682) yang pernah lima kali menjadi utusan ke keraton Mataram. Laporan yang ia berikan sehubungan dengan Muslim sebenarnya hanya satu isu yaitu usahanya memperjuangkan agar para tawanan perang dibebaskan.
Van Goens juga memberikan gambaran umumnya tentang pengalaman di daerah-daerah pedalaman Jawa antara pra-Islam dan sesudah Islam. Ia menggambarkan bahwa kedatangan Islam sebagian besar penduduk menggunakan tulisan Arab yang baru saja dipelajari oleh orang Melayu.
“Bersama sekte yang terkutuk, sekitar 100 tahun silam dari orang-orang Arab dan pengikut Muhammad melalui perdagangan dan seringnya mereka berhubungan dengan penduduk pulau tersebut, menanamkan pengaruhnya melalui cara tulisan dan sekaligus menyebarkan agama mereka. Sebelumnya tidak seorang pun dari penduduk itu yang pandai menulis.”
[…] – Kendati saat ini agama Islam telah berkembamg pesat di Jakarta – dulu Betawi, tapi perjalanan penyebarannya tak selalu […]