Menilik Teater Tanpa Tutur Betawi Bernama Gemblokan

Menilik Teater Tanpa Tutur Betawi Bernama Gemblokan

Senibudayabetawi.com – Masyarakat Betawi tak hanya mengenal teater kebanyakan, tapi juga teater tanpa tutur Betawi berbentuk boneka. Mereka biasa menyebutnya sebagai gemblokan.

Dalam Ikhtisar Kesenian Betawi (2000), sekilas gemblokan mirip dengan ondel-ondel karena berbentuk boneka. Tapi, teater tanpa tutur Betawi ini memiliki ukuran dari batas pinggul ke atas rata-rata sebesar badan manusia.

Teater tanpa tutur Betawi ini berbahan kain yang diisi mulai dari bantal dan kap ijuk atua sabut kelapa. Bagian muka terbuat dari kayu atau karton tebal dan dibentuk sedemikian rupa sehingga tampak lucu.

Misalnya, ada yang lidahnya digambarkan menjulur ke luar, seperti anjing kelelahan dan ada yang berbentuk badut sirkus.

Demikian bagian kepalanya ada yang ditutup dengan topi, ada yang dengan peci, hingga dengan kain hitam atau warna lainnya.

Cara Memainkan Gemblokan

Cara memainkan gemblokan cukup sederhana yaitu boneka diikat dengan kain pelekat atau kain batik panjang pada bagian bawah perut pemain.

Sementara bagian mukanya didoyongkan ke depan, ujung boneka sebelah bawah diletakan persis pada selangkangan kedua tangannya ditaruh pada pinggang pemain. Dengan demikian tampak seolah-olah yang memainkannyalah yang digendong. 

Kadang-kadang ada pula yang melengkapinya dengan “lutung-lutungan” dan “monyet-monyetan” dengan baju potongan menutupi seluruh tubuh berbentuk monyet atau lutung lengkap dengan ekornya. Biasanya dimainkan oleh anak-anak usia 7 hingga 8 tahun.

Khusus musik pengiringnya tidak tentu. Ada yang menggunakan gendang kecil, terompet, bende, kempul seperti Gemblokan pimpinan Boim di Ciracas, Pasar Rebo.Tapi ada pula yang menggunakan beberapa kentongan dari bambu dan tanduk kerbau, seperti pimpinan Namad, Kampung Setu.

Gemblokan terutama digunakan untuk memeriahkan arak-arakan pada perayaan umum, seperti “pesta Agustusan”, yaitu pesta Ulang Tahun Kemerdekaan RI, dan sebagainya. Pada masa sebelum ada larangan ‘ngamen” yang dikeluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta, gemblokan, biasa pula digunakan untuk “ngamen” dari rumah ke rumah pada hari hari raya seperti tahun baru Masehi dan Imlek. 

Pembuatan Gemblokan dengan diikuti upacara “ukup”, tidak ditujukan kepada penunggunya. Sebab mungkin dianggap tidak ada penunggunya, melainkan sekedar doa agar disenangi penonton.

Ramadani Wahyu

1 Response

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.