Senibudayabetawi.com – Maen pukulan Langkah Empat Kelima Pancer, warisan budaya Betawi memiliki akar yang dalam di tanah Kalibata. Dibawa oleh seorang pendatang Tionghoa beragama Islam bernama Guru Ong, seni bela diri ini kemudian berkembang dan diwariskan secara turun-temurun hingga kini.
Kali pertama maen pukulan Langkah Empat Kelima Pancer ini dibawa dan dikenalkan ke Kalibata oleh pendatang Tionghoa beragama Islam bernama Guru Ong. Guru Ong akhirnya menikahi perempuan setempat bernama Fatimah atau Nyi Imah hingga memiliki keturunan yang melanjutkan ilmu maen pukulannya. Namun sayangnya, setelah Guru Ong menunaikan ibadah haji kedua kalinya, ia tak pernah kembali ke Kalibata.
Berawal dari Maen Pukul Keluarga
Seperti halnya maen pukulan di Betawi lainnya, awalnya maen pukulan ini tak memiliki nama dan hanya diajarkan pada keluarga yang sedarah. Guru Ong juga menurunkan ilmu maen pukulan ini pada anak laki-lakinya yakni H. Samki atau akrab disapa H. Beki. Lalu maen pukulan ini diturunkan pada H. Muhammad lalu pada H. Abdul Mutholib. Selanjutnya, H. Abdul Mutholib menurunkannya pada Budi Joesack Kurniawan yang menjadi generasi kelima.
Karena ingin lebih berkembang, atas izin ayahnya Budi menyebarkan maen pukulan ini ke luar keluarga. Tepatnya pada 2 Februari 2012, Budi membuat AD/ART sekaligus menjadi guru besar perguruan maen pukulan bernama Langkah Empat Kelima Pancer (LEKAP).
Ajarkan Ilmu, Amal dan Adab
Mengusung motto “Membentuk Jiwa Ksatria dengan Ilmu Amal dan Adab”, maen pukulan ini mempunyai teknik pukulan yang khas dengan metode dan teknik delapan jenis. Bahkan sasaran pukulnya ada 83 titik area vital di tubuh lawan.
Dalam buku Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi karya G J. Nawi, gerak maen pukulan Langkah Empat Kelima Pancer ini mempunyai urutan dan jurus yang khas. Mulai dari Jurus Pukul, Tangkis Luar, Tangkis Dalam, Ketok, Ampit, Bandul, Saup dan Tarik. Sementara untuk Langkah terdiri atas Langkah Tiga dan Langkah Empat Kelima Pancer.
Tak hanya itu, maen pukulan ini juga mempunyai permainan senjata, seperti memainkan golok, sikak, pisau belati hingga senjata kerambit. Saat hanya boleh dipelajari oleh kalangan keluarga, terdapat teknik khusus terkait dengan pernapasan perut saat melontarkan pukulan. Misalnya, ada teknik senapas, setengah napas dan seperempat napas. Teknik napas ini digunakan untuk menyesuaikan dengan pukulan yang diinginkan, baik cepat maupun lambat.
Ritual Tradisi Maen Pukulan Langkah Empat Kelima Pancer
Saatt ayah Budi Joesack masih mengajar maen pukulan, ada satu tradisi yang konsisten dilakukan murid yakni menyediakan segelas air teh untuk sang guru. Tradisi ini juga dijalani Budi saat belajar maen pukulan dengan ayahnya.
Namun lambat laun tradisi menyediakan teh sudah tidak dilakukan dan diganti dengan tradisi lain. Misalnya, calon murid harus menyediakan sepasang golok, satu untuk murid, dan satu lagi diserahkan ke perguruan, saat akan latihan berdoa berupa tawasulan dan mengirim doa untuk pendahulu maen pukulan Langkah Empat Kelima Pancer, membakar hio usai latihan.
Setelah itu, sebagai murid juga wajib menjalani syarat mengambil emblem di makam pada malam hari dan kembang tujuh rupa dari makam tersebut. Adapun filosofinya yaitu untuk menguji mental murid. Sementara lokasi makam dipilih karena agar murid senantiasa ingat akan mati, sedangkan kembang tujuh rupa dipilih agar murid selalu wangi (baik) dan bermanfaat bagi orang lain.
Maen pukulan ini juga mengenal teknik pengobatan dengan metode pengurutan menggunakan minyak hasil ramuan para pendahulu bernama minyak Lekap. Adapun minyak ini berasal dari minyak kelapa, arak dan beberapa resep rahasia lainnya.
Ramadani Wahyu