Senibudayabetawi.com – Keberadaan Wayang Sumedar bukan sekadar nama, tapi sebuah jembatan penghubung krusial dalam evolusi teater Betawi atau Lenong. Ya, sebelum dikenal luas dengan nama Lenong, teater Betawi mengalami berbagai fase perkembangan. Fase terpentingnya yaitu kemunculan Wayang Sumedar.
Wayang Sumedar menggunakan layar polos. Ini bertujuan untuk membagi pentas pemain dengan ruang tunggu pemain. Untuk cerita Wayang Sumedar umumnya menggunakan cerita komedi bangsawan .
Dari Wayang Dermuluk Menuju Wayang Sumedar
Sebelum Wayang Sumedar hadir, terdapat bentuk teater lampau bernama Wayang Dermuluk. Wayang Dermuluk umumnya menampilkan cerita-cerita klasik tentang kerajaan dan bangsawan, seperti Hikayat Indra Bangsawan dan Hikayat Abdul Muluk. Hingga pada tahun 1923, terjadi perubahan signifikan yakni Wayang Dermuluk bertransformasi menjadi Wayang Sumedar.
Cerita dalam Wayang Sumedar kerap kali menghadirkan kisah-kisah bangsawan. Misalnya seperti peran komedi bangsawan dalam Jula Juli Bintang Tujuh, Saiful Muluk hingga Indra Bangsawan. Ini sekaligus memperlihatkan karakter Wayang Sumedar yang cenderung kuat pada Lenong Denes.
Salah satu perbedaan mencolok antara Wayang Dermuluk dan Wayang Sumedar terletak pada dekorasi panggung. Wayang Dermuluk menggunakan kelambu yang dihiasi dengan rangkaian batu marjan, memberikan kesan mewah dan megah. Sedangkan, Wayang Sumedar mempunyai dekorasi yang lebih sederhana dengan menggunakan krey.
Begitu pula pengiring musiknya yang semula Wayang Dermuluk menggunakan alat musik pengiring Tambur Barongsay lalu dalam Wayang Sumedar menggunakan Tambur Tanji.
Wayang Sumedar sebagai Cikal Bakal Lenong
Sebelum Wayang Sumedar bertransformasi menjadi Lenong, harus melalui tahap transformasi menjadi Wayang Senggol. Ini karena terdapat adegan peperangan dilakukan dengan cara menyenggolkan badan.
Wayang Sumedar memiliki banyak kesamaan dengan Wayang Senggol , tetapi dapat dilihat perbedaanya melalui 2 unsur yaitu layar dan dekorasi. Layang pada Wayang Sumedar memiliki layar polos sementara Wayang Senggol memiliki layar Wayang Senggol dipenuhi lukisan-lukisan mengilustrasikan latar-latar pada alur cerita.
Pada sekitar tahun 1926, istilah “Lenong” mulai muncul dan semakin populer. Kemunculan Lenong ditandai dengan perubahan musik pengiring menjadi Gambang Kromong, sebuah orkestra musik tradisional Betawi yang khas. Perubahan musik ini memberikan warna baru pada pertunjukan teater Betawi, membuatnya lebih dinamis dan merakyat.
Asal Usul Istilah “Lenong” dan Hubungannya dengan Wayang Senggol
Terdapat beberapa versi mengenai asal usul istilah “Lenong”. Salah satu versi menyebutkan bahwa istilah ini berasal dari kata “le-on-ong”, yang menirukan bunyi-bunyian musik pengiring. Versi lain mengaitkannya dengan nama salah satu tokoh atau pemain teater pada masa itu. Sebelum penggunaan istilah “Lenong” secara luas, pertunjukan ini juga sering disebut sebagai “Wayang Senggol” karena adegan perkelahiannya yang melibatkan sentuhan fisik, atau “senggolan”, antar pemain.
Jenis Lenong
Setidaknya, lenong Betawi dibedakan menjadi dua macam, yaitu lenong denes dan lenong preman. Jika lenong denes yang merujuk pada dialek Betawi “denes” artinya “dinas” atau resmi yang menceritakan kisah berlatar kerajaan dan bangsawan maka lenong preman kebalikannya.
Penyebutan istilah lenong preman karena penggunaan bahasa dan kostum para pemainnya bersifat keseharian. Tak hanya menceritakan kisah keseharian, dalam lenong preman juga membawakan lakon jago. Oleh karena itu, lenong preman juga bisa disebut sebagai lenong jago.
Ramadani Wahyu