Senibudayabetawi.com – Pernahkah sobat senibudayabetawi.com mendengar tentang kuliner Betawi bernama Oblog? Tidak seperti hidangan Betawi terkenal seperti kerak telor atau gado-gado, Oblog mungkin kurang populer dalam lanskap kuliner Betawi. Padahal kuliner akulturasi Melayu, Cina, Arab dan India ini menjadi bagian acara-acara tradisi Betawi seperti sedekah bumi dan acara lainnya.
Menariknya, kuliner Oblog merupakan produk pertukaran budaya antara pengaruh Melayu, Cina, Arab, dan India. Selain dari penggunaan rempah-rempah seperti kunyit, jahe, serai dan lengkuas, teknik memasak dengan cara ungkeb merupakan teknik tradisional Melayu. Teknik ini menghasilkan cita rasa yang khas karena aroma rempah-rempahnya meresap dalam daging.
Sementara pengaruh Cina tampak pada penggunaan kecap sehingga memberikan cita rasa manis dan gurih pada kuliner Oblog. Penggunaan beberapa rempah seperti lada hitam dan ketumbar yang kuat dalam Oblog juga bisa jadi merupakan pengaruh dari masakan Arab. Masakan Arab dikenal dengan cita rasanya yang kaya dan penggunaan rempah-rempah yang berlimpah. Demikian pula perpaduan rempah-rempah yang kaya dan penggunaan santan sehingga menghasilkan cita rasa mirip kari pada oblog.
Uniknya, istilah “Oblog” dianggap sebagai onomatope. Ini berasal dari peniruan suara yang dibuat saat panci ditutup rapat selama memasak, sehingga menghasilkan suara “blok-blok-blok” saat cairan mendidih.
Muasalnya, Oblog dibuat dengan bahan utama ayam kampung. Namun, seiring meningkatnya permintaan ayam rebus pada tahun 1960-an dan 70-an, orang-orang mulai bereksperimen dengan bebek. Namun jangan salah sobat senibudayabetawi.com, Oblog berbahan dasar bebek ini menjadi populer, dan segera menjadi versi yang disukai.
Mengutip Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Jakarta Utara, Oblog merupakan kuliner khas yang berasal dari Jakarta Utara dan sebagian Jakarta Timur.
Pada tahun 1960 sampai 1980-an, Bebek Oblok jadi sajian yang ada di acara-acara kebudayaan Betawi. Namun, Oblog telah berjuang untuk mempertahankan popularitasnya. Hidangan ini dulunya merupakan pemandangan umum di warung kaki lima, tetapi seiring dengan modernisasi Jakarta, cita rasa kulinernya pun ikut berubah.
Ramadani Wahyu